Dekrit Presiden 5 Juli 1959 | Biasa Membaca -->

Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Rangkaian sidang Konstituante yang digelar sejak pelantikan anggotanya pada 10 November 1956, fraksi-fraksi Islam (Masyumi, NU, PSII, Perti, PPTI, AKUI, Gerpis, dan Penyaluran) memperjuangkan Islam sebagai dasar negara. Menurut mereka, Pancasila harus hidup dalam asuhan dan rawatan Islam. Sebab jika tidak demikian, Pancasila akan ditekan komunis. Namun fraksi-fraksi lainnya berkeberatan, sehingga sidang-sidang kemudian menjadi berlarut-larut.

Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Dewan Menteri (Kabinet) yang dipimpin Perdana Menteri Juanda memutuskan pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dalam rangka kembali ke UUD 1945 pada tanggal 19 Februari 1959. Selanjutnya keputusan itu diajukan ke DPR. dan pada tanggal 22 April 1959, di depan sidang Konstituante, Presiden Sukarno memohon agar Konstituante memutuskan berlakunya kembali UUD 1945.

Permohonan Presiden tersebut disetujui oleh Fraksi-fraksi Islam dengan usulan pada kalimat “Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam Pembukaan dan Pasal 29 UUD, ditambahkan kalimat dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Pemungutan suara mengenai usul ini berlangsung pada sidang Konstituante 29 Mei, dengan hasil 201 anggota setuju, 265 menolak.

Pemungutan suara mengenai usul pemerintah untuk kembali ke UUD 1945 tanpa penambahan seperti yang diusulkan fraksi Islam diselenggarakan pada tanggal 30 Mei sampai 2 Juni 1959 . Hasilnya pada hari pertama 269 setuju, 199 menolak. Hari kedua, 264 setuju, 204 menolak dan hari ketiga 263 setuju, 203 menolak.

Kedua usul tersebut tidak berhasil meraih dua pertiga suara anggota yang hadir.Dengan demikian usulan Pemerintah dan fraksi-fraksi Islam tersebut ditolak Konstituante. 

Kebuntuan sidang-sidang Konstituante, menyebabkan Presiden Sukarno mengeluarkan dekrit (Keputusan Presiden RI no. 150 tahun 1959) pada tanggal 5 Juli 1959 seperti berikut ini, 

  1. Berlakunya kembali UUD 1945;
  2. Tidak berlakunya UUDS 1950;
  3. Pembubaran Konstituante; dan 
  4. Pembentukan MPRS dan DPAS.
Pembubaran Konstituante oleh Presiden Soekarno menandai masuknya bangsa ini ke dalam masa Demokrasi Terpimpin. Melalui dekrit tersebut Presiden Soekarno sebagai lembaga eksekutif membubarkan Konstituante yang merupakan lembaga legislatif hasil pilihan rakyat. Langkah yang sangat radikal dan menyimpang secara konstitusional tersebut telah membawa kekuasaan terbesar jatuh ke satu tangan yaitu Presiden. Lembaga legislatif yang kemudian muncul tidak lagi merupakan lembaga tertinggi di negara ini, karena secara kelembagaan MPRS diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Dengan demikian MPRS sebagai lembaga legislatif kehilangan fungsi kontrol terhadap sepakterjang Presiden selaku lembaga eksekutif.

Manipol USDEK sebagai GBHN, dibubarkannya DPR Hasil Pemilu 1955, dibentuknya MPRS, dan DPRGR, dibentuknya Front Nasional pengaman pelaksanaan Manipol USDEK, dijalankannya Sistem Ekonomi Terpimpin, dan digabungkannya tiga kekuatan politik negeri ini ke dalam Nasakom merupakan kebijakan yang muncul pada masa Demokrasi terpimpin ini. Semua ketentuan di atas ditetapkan oleh Presiden, tanpa ada kontrol terhadapnya.
Materi Demokrasi Liberal Lainnya : 

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Rating: 4.5 Diposkan Oleh: khadhika

0 komentar:

Posting Komentar

BERLANGGANAN GRATIS

Silahkan masukan e-mail anda untuk mendapatkan kiriman materi pelajaran terbaru dari biasamembaca.blogspot.com gratis langsung ke e-mail anda

Dikirim oleh biasamembaca.com