Salah satu perubahan penting yang berkaitan dengan kewenangan DPR adalah ketentuan UUD 1945 Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1). Pasal 20 ayat (1) menegaskan bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Sedangkan Pasal 5 ayat (1) menyebutkan bahwa Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR.
Berdasarkan perubahantersebut, presiden tidak lagi disebut sebagai pemegang kekuasaan membentuk undang-undang. Presiden hanya berhak mengajukan rancangan undang-undang. Kekuasaan untuk membentuk undang-undang tersebut beralih ke tangan DPR. Walaupun demikian, tidak berarti meniadakan prinsip bahwa pembentukan undang-undang dilakukan bersama oleh DPR dan Presiden (pemerintah). Presiden yang diwakili menteri ikut membahas rancangan undang-undang di DPR.
Dengan demikian, maka sangat jelas bahwa setiap rancangan undang-undang itu sebelum diundangkan tentunya harus dibahas oleh kedua lembaga negara yaitu Dewan Perwakilan Rakyat dan eksekutif (Presiden) untuk mendapat persetujuan bersama. Secara konstitusional disebutkan demikian, namun dalam prakteknya presiden diwakili oleh menteri yang membidangi yang diatur dalam rancangan undang-undang.
baca juga : Perlindungan, Pemajuan dan penegakan HAM Melalui Peraturan
Dalam UUD 1945 Pasal 20 Ayat (3) Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan.Persetujuan bersama antara Dewan perwakilan rakyat dengan presiden tentunya sangat penting dilakukan. Keikutsertaan ini mencerminkan bahwa undang-undang itu sebagai produk bersama antara DPR dan Presiden.
Undang-undang dibentuk oleh DPR bersama Presiden, bukan dibentuk oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Dalam pembahasan itu dimungkinkan terjadi berbagai perubahan-perubahan dalam arti perubahan yang disepakati oleh DPR dan Presiden, usulan penyelesaian terhadap perbaikan isi undang-undang bisa datang dari DPR bahkan dari pemerintah. Namun, apabila rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan.
Hal ini dilakukan untuk menghindari ketegangan antara kedua lembaga negara (DPR dan Presiden) mengenai ketidak sepakatan terhadap rancangan undang-undang itu. Tentunya dalam pembahasan untuk mendapat persetujuan bersama itu dilakukan dengan menampung berbagai pendapat, alasan mengenai disetujui ataui tidaknya undang undang itu, baik dari DPR maupun Presiden.
Sesuai dengan peraturan tata tertib DPR terdapat empat masa persidangan dalam satu tahun. Suatu rancangan undang-undang (RUU) yang tidak memperoleh persetujuan bersama dalam masa sidang pertama tidak boleh diajukan kembali dalam masa sidang pertama tersebut. Demikian juga seterusnya.
Selanjutnya Pasal 20 Ayat (4) Persidangan mengesahkan Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi Undang-Undang.Apabila di dalam persidangan itu rancangan undang-undang yang dibahas mendapat perstujuan dari DPR dan Presiden, maka persidangan mengesahkannya menjadi undang-undang.
Pasal 20 Ayat (5) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
Secara hukum pengesahan itu mengandung makna bahwa sejak saat itu suatu rancangan undang-undang berubah menjadi undang-undang. Dengan kata lain sejak disahkannya undang-undang itu maka undang-undang sudah terbentuk. Tetapi tidak berarti bahwa undang-undang itu berlaku, ketentuan berlaku undang-undang yang bersangkutan dan kedudukan lembaran negara.
Selain fungsi tersebut di atas, dalam Pasal 20A Ayat (1) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Fungsi pengawasan DPR adalah suatu fungsi yang dilakukan oleh DPR dalam mengawasi eksekutif dalam pelaksanaan undang-undang, antara lain berupa pengawasan pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN) dan pengawasan terhadap berbagai kebijakan pemerintah. UUD 1945 memberikan kedudukan yang kuat kepada DPR dalam melaksanakan fungsi pengawasan dan DPR tidak dapat dibuatkan oleh Presiden.
Dalam melaksanakan fungsi pengawasan ini, selain dilakukan rapat kerja, rapat dengar pendapat, rapat dengar pendapat umum, dan kunjungan kerja, dilakukan juga oleh DPR melalui penggunaan hak-hak DPR antara lain untuk meminta keterangan kepada Presiden. Hak DPR untuk meminta keterangan ini berlandaskan pada UU No. 22 Tahun 2003, yang mencantumkan salah satu hak DPR dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya adalah mengenai meminta keterangan kepada Presiden yang selanjutnya diatur dalam tata tertib DPR, yang mengatur mengenai prosedur penggunaan hak dimaksud sebagai berikut dalam rapat paripurna berikutnya setelah usul permintaan kepada Presiden diterima oleh pimpinan DPR, ketua rapat memberitahukan kepada anggota tentang masuknya usul permintaan keterangan kepada Presiden. Kemudian usul tersebut dibagikan kepada para anggota. Dalam rapat badan musyawarah yang diadakan untuk menentukan waktu pembicaran usul permintaan keterangan kepada Presiden tersebut dalam rapat paripurna, kepada para pengusul diberikan kesempatan untuk memberikan penjelasan tentang usul tersebut. Rapat paripurna sebagaimana dalam pasal (3), atau rapat paripurna yang lain memutuskan untuk menyetujui atau menolak usul tersebut. Dalam menjalankan fungsi pengawasan, DPR antara lain menggunakan hak meminta keterangan kepada Presiden.
Pasal 20A Ayat (2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.
Memang fungsi-fungsi tersebut sangat penting dilakukan oleh DPR supaya roda pemerintahan yang sesuai dengan demokrasi dapat berjalan dengan tanpa menghadapi masalah yang berarti. Mengenai pentingnya fungsi DPR, menurut Bagir Manan, bahwa fungsi kontrol yang dilakukan DPR dalam kekuasannya membentuk undang-undang, hak budget, dan berbagai hak DPR lainnya, yaitu hak interpelasi, angket, dan hak menyatakan pendapat dan hak bertanya bagi anggota”.
Pasal 20A Ayat (3) selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas. Selanjutnya Ayat (4) Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang.
baca juga : Perlindungan dan Penegakan HAM melalui Pembentukan Lembaga
Pasal 21 Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul Rancangan Undang-Undang. Ketentuan-ketentuan tersebut di atas, memberikan dasar konstitusional bagi DPR dalam mengemban amanat demokrasi dan kedaulatan rakyat. Dewan Perwakilan Rakyat yang demikian strategis tentunya harus diimbangi dengan kualitas dari anggota Dewan itu sendiri. Oleh sebab itu dalam rangka meningkatkan kualitas Anggota Dewan Perwakilan Rakyat tentunya pelu dilengkapi dengan staf ahli di bidang tertentu.
Staf ahli ini sangat dibutuhkan, mengingat pada hakikatnya anggota DPR itu sifatnya adalah generalis. Artinya pemahaman masing-masing anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam suatu bidang tertentu sifatnya adalah umum dan politis. Oleh sebab itulah untuk memahami bidang pekerjaan yang biasanya dirangkum dalam komisi perlu dilengkapi dengan staf ahli yang mempunyai kemampuan di bidang masing-masing.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa: Dewan Perwakilan Rakyat terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih berdasarkan hasil pemilu; Anggota DPR berjumlah lima ratus lima puluh orang; DPR mempunyai kedudukan dan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.
Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 20 ayat (1), Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. Ketentuan ini tidak ada dalam naskah asli UUD 1945. Naskah asli justeru memuat, Presiden yang memegang kekuasaan membentuk undang-undang dan DPR memberikan persetujuan. Berdasarkan bunyi naskah asli tersebut, Hamid Attamimi berpendapat, kekuasaan membentuk undang-undang (legislatif power) ada pada Presiden bukan pada DPR. Ketentuan dalam naskah asli bukan saja membingungkan tetapi mengandung anomali. Presiden adalah pemegang dan menjalankan kekuasan eksekutif. Telah menjadi sesuatu yang diterima umum dalam sistem ketatanegaraan apapun kekuasaan membentuk undang-undang ada pada badan perwakilan rakyat sebagai pemegang kekuasaan legislatif. Memang dalam kenyatan kekuasaan eksekutif menjalankan juga fungsi pembentukan undang-undang.
Dalam ajaran dari Montesquieu mengenai pemisahan kekuasaan, kekuasaan membentuk undang-undang adalah kekuasaan legislatif (DPR). Badan atau pemerintah (eksekutif) tidak mempunyai kekuasaan dalam membentuk undang-undang. Mengenai pemisahan kekuasaan ini misalnya diterapkan antara lain dalam Undang-Undang Amerika Serikat pada tahun 1787. Congress merupakan satu-satunya pemegang kekuasaan membentuk undang-undang. Dengan demikian Presiden hanya sekedar menjalankan kekuasaan eksekutif dan tidak mempunyai kekuasaan dalam membentuk atau tidak mempunyai hak inisiatif serta tidak berhak ikut serta dalam membahas undang-undang. Namun, di Amerika presiden mempunyai hak veto untuk menolak mengesahkan undang-undang yang telah disetujui oleh kongres. Apabila dalam pemungutan suara ulang disetujui oleh 2/3 atau lebih anggota kongres, maka hak veto presiden itu tidak berlaku dan rancangan undang-undang tersebut akan menjadi undang-undang meskipun tanpa disetujui oleh Presiden.
Adapun tugas dan wewenang DPR adalah:
1. membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama;
2. membahas dan memberikan persetujuan peraturan pemerintah pengganti undang-undang;
3. menerima dan membahas usulan rancangan undang-undang yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikut-sertakannya dalam pembahasan;
4. memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang APBN dan rancagan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama,
5. menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD;
6. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, anggaran pendapatan dan belanja negara serta kebijakan pemerintah;
7. membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, sumberdaya alam, sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pendidikan, dan agama;
8. memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan DPD;
9. membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan Badan Pemeriksa Keuangan;
10. memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan, pemberhentian anggota Komisi Yudisial;
11. memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung;
12. Presiden memilih tiga orang calon anggota hakim konstitusi, mengajukannya kepada Presiden untuk ditetapkan;
13. memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk mengangkat duta, menerima penempatan duta negara lain, dan memberikan pertimbangan dalam pemberian amnesti dan abolisi;
14. memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian dan pemjanjian dengan negara lain, serta membuat perjanjian intemasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau pembentukan undang-undang;
15. menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;
16. melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang ditentukan dalam undang-undang.
Sebagai lembaga perwakilan, DPR mempunyai hak, antara lain interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat. Sebaliknya, setiap anggota DPR juga memiliki hak yang sama dalam beberapa hal. Hak yang dimiliki setiap anggota DPR yaitu: mengajukan rancangan undang-undang; mengajukan pertanyaan; menyampaikan usul dan pendapat; memilih dan dipilih; membela diri; imunitas; protokoler; keuangan dan administratif.
Selain memiliki hak sebagai lembaga ataupun individu, anggota DPR juga mempunyai kewajiban. Kewajiban anggota DPR, antara lain:
1. mengamalkan Pancasila;
2. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala peraturan perundang-undangan;
3. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan;
4. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
5. memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat;
6. menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;
7. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;
8. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah pemilihannya;
9. menaati kode etik dan peraturan tata tertib DPR;
10. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait
selanjutnya : Hasil Perubahan Secara Bertahap Oleh MPR Berikut Isi Perubahannya
Dengan demikian, maka sangat jelas bahwa setiap rancangan undang-undang itu sebelum diundangkan tentunya harus dibahas oleh kedua lembaga negara yaitu Dewan Perwakilan Rakyat dan eksekutif (Presiden) untuk mendapat persetujuan bersama. Secara konstitusional disebutkan demikian, namun dalam prakteknya presiden diwakili oleh menteri yang membidangi yang diatur dalam rancangan undang-undang.
baca juga : Perlindungan, Pemajuan dan penegakan HAM Melalui Peraturan
Dalam UUD 1945 Pasal 20 Ayat (3) Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan.Persetujuan bersama antara Dewan perwakilan rakyat dengan presiden tentunya sangat penting dilakukan. Keikutsertaan ini mencerminkan bahwa undang-undang itu sebagai produk bersama antara DPR dan Presiden.
Undang-undang dibentuk oleh DPR bersama Presiden, bukan dibentuk oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Dalam pembahasan itu dimungkinkan terjadi berbagai perubahan-perubahan dalam arti perubahan yang disepakati oleh DPR dan Presiden, usulan penyelesaian terhadap perbaikan isi undang-undang bisa datang dari DPR bahkan dari pemerintah. Namun, apabila rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan.
Hal ini dilakukan untuk menghindari ketegangan antara kedua lembaga negara (DPR dan Presiden) mengenai ketidak sepakatan terhadap rancangan undang-undang itu. Tentunya dalam pembahasan untuk mendapat persetujuan bersama itu dilakukan dengan menampung berbagai pendapat, alasan mengenai disetujui ataui tidaknya undang undang itu, baik dari DPR maupun Presiden.
Sesuai dengan peraturan tata tertib DPR terdapat empat masa persidangan dalam satu tahun. Suatu rancangan undang-undang (RUU) yang tidak memperoleh persetujuan bersama dalam masa sidang pertama tidak boleh diajukan kembali dalam masa sidang pertama tersebut. Demikian juga seterusnya.
Selanjutnya Pasal 20 Ayat (4) Persidangan mengesahkan Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi Undang-Undang.Apabila di dalam persidangan itu rancangan undang-undang yang dibahas mendapat perstujuan dari DPR dan Presiden, maka persidangan mengesahkannya menjadi undang-undang.
Pasal 20 Ayat (5) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
Secara hukum pengesahan itu mengandung makna bahwa sejak saat itu suatu rancangan undang-undang berubah menjadi undang-undang. Dengan kata lain sejak disahkannya undang-undang itu maka undang-undang sudah terbentuk. Tetapi tidak berarti bahwa undang-undang itu berlaku, ketentuan berlaku undang-undang yang bersangkutan dan kedudukan lembaran negara.
Selain fungsi tersebut di atas, dalam Pasal 20A Ayat (1) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Fungsi pengawasan DPR adalah suatu fungsi yang dilakukan oleh DPR dalam mengawasi eksekutif dalam pelaksanaan undang-undang, antara lain berupa pengawasan pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN) dan pengawasan terhadap berbagai kebijakan pemerintah. UUD 1945 memberikan kedudukan yang kuat kepada DPR dalam melaksanakan fungsi pengawasan dan DPR tidak dapat dibuatkan oleh Presiden.
Dalam melaksanakan fungsi pengawasan ini, selain dilakukan rapat kerja, rapat dengar pendapat, rapat dengar pendapat umum, dan kunjungan kerja, dilakukan juga oleh DPR melalui penggunaan hak-hak DPR antara lain untuk meminta keterangan kepada Presiden. Hak DPR untuk meminta keterangan ini berlandaskan pada UU No. 22 Tahun 2003, yang mencantumkan salah satu hak DPR dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya adalah mengenai meminta keterangan kepada Presiden yang selanjutnya diatur dalam tata tertib DPR, yang mengatur mengenai prosedur penggunaan hak dimaksud sebagai berikut dalam rapat paripurna berikutnya setelah usul permintaan kepada Presiden diterima oleh pimpinan DPR, ketua rapat memberitahukan kepada anggota tentang masuknya usul permintaan keterangan kepada Presiden. Kemudian usul tersebut dibagikan kepada para anggota. Dalam rapat badan musyawarah yang diadakan untuk menentukan waktu pembicaran usul permintaan keterangan kepada Presiden tersebut dalam rapat paripurna, kepada para pengusul diberikan kesempatan untuk memberikan penjelasan tentang usul tersebut. Rapat paripurna sebagaimana dalam pasal (3), atau rapat paripurna yang lain memutuskan untuk menyetujui atau menolak usul tersebut. Dalam menjalankan fungsi pengawasan, DPR antara lain menggunakan hak meminta keterangan kepada Presiden.
Pasal 20A Ayat (2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.
Memang fungsi-fungsi tersebut sangat penting dilakukan oleh DPR supaya roda pemerintahan yang sesuai dengan demokrasi dapat berjalan dengan tanpa menghadapi masalah yang berarti. Mengenai pentingnya fungsi DPR, menurut Bagir Manan, bahwa fungsi kontrol yang dilakukan DPR dalam kekuasannya membentuk undang-undang, hak budget, dan berbagai hak DPR lainnya, yaitu hak interpelasi, angket, dan hak menyatakan pendapat dan hak bertanya bagi anggota”.
Pasal 20A Ayat (3) selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas. Selanjutnya Ayat (4) Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang.
baca juga : Perlindungan dan Penegakan HAM melalui Pembentukan Lembaga
Pasal 21 Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul Rancangan Undang-Undang. Ketentuan-ketentuan tersebut di atas, memberikan dasar konstitusional bagi DPR dalam mengemban amanat demokrasi dan kedaulatan rakyat. Dewan Perwakilan Rakyat yang demikian strategis tentunya harus diimbangi dengan kualitas dari anggota Dewan itu sendiri. Oleh sebab itu dalam rangka meningkatkan kualitas Anggota Dewan Perwakilan Rakyat tentunya pelu dilengkapi dengan staf ahli di bidang tertentu.
Staf ahli ini sangat dibutuhkan, mengingat pada hakikatnya anggota DPR itu sifatnya adalah generalis. Artinya pemahaman masing-masing anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam suatu bidang tertentu sifatnya adalah umum dan politis. Oleh sebab itulah untuk memahami bidang pekerjaan yang biasanya dirangkum dalam komisi perlu dilengkapi dengan staf ahli yang mempunyai kemampuan di bidang masing-masing.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa: Dewan Perwakilan Rakyat terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih berdasarkan hasil pemilu; Anggota DPR berjumlah lima ratus lima puluh orang; DPR mempunyai kedudukan dan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.
Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 20 ayat (1), Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. Ketentuan ini tidak ada dalam naskah asli UUD 1945. Naskah asli justeru memuat, Presiden yang memegang kekuasaan membentuk undang-undang dan DPR memberikan persetujuan. Berdasarkan bunyi naskah asli tersebut, Hamid Attamimi berpendapat, kekuasaan membentuk undang-undang (legislatif power) ada pada Presiden bukan pada DPR. Ketentuan dalam naskah asli bukan saja membingungkan tetapi mengandung anomali. Presiden adalah pemegang dan menjalankan kekuasan eksekutif. Telah menjadi sesuatu yang diterima umum dalam sistem ketatanegaraan apapun kekuasaan membentuk undang-undang ada pada badan perwakilan rakyat sebagai pemegang kekuasaan legislatif. Memang dalam kenyatan kekuasaan eksekutif menjalankan juga fungsi pembentukan undang-undang.
Dalam ajaran dari Montesquieu mengenai pemisahan kekuasaan, kekuasaan membentuk undang-undang adalah kekuasaan legislatif (DPR). Badan atau pemerintah (eksekutif) tidak mempunyai kekuasaan dalam membentuk undang-undang. Mengenai pemisahan kekuasaan ini misalnya diterapkan antara lain dalam Undang-Undang Amerika Serikat pada tahun 1787. Congress merupakan satu-satunya pemegang kekuasaan membentuk undang-undang. Dengan demikian Presiden hanya sekedar menjalankan kekuasaan eksekutif dan tidak mempunyai kekuasaan dalam membentuk atau tidak mempunyai hak inisiatif serta tidak berhak ikut serta dalam membahas undang-undang. Namun, di Amerika presiden mempunyai hak veto untuk menolak mengesahkan undang-undang yang telah disetujui oleh kongres. Apabila dalam pemungutan suara ulang disetujui oleh 2/3 atau lebih anggota kongres, maka hak veto presiden itu tidak berlaku dan rancangan undang-undang tersebut akan menjadi undang-undang meskipun tanpa disetujui oleh Presiden.
Adapun tugas dan wewenang DPR adalah:
1. membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama;
2. membahas dan memberikan persetujuan peraturan pemerintah pengganti undang-undang;
3. menerima dan membahas usulan rancangan undang-undang yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikut-sertakannya dalam pembahasan;
4. memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang APBN dan rancagan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama,
5. menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD;
6. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, anggaran pendapatan dan belanja negara serta kebijakan pemerintah;
7. membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, sumberdaya alam, sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pendidikan, dan agama;
8. memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan DPD;
9. membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan Badan Pemeriksa Keuangan;
10. memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan, pemberhentian anggota Komisi Yudisial;
11. memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung;
12. Presiden memilih tiga orang calon anggota hakim konstitusi, mengajukannya kepada Presiden untuk ditetapkan;
13. memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk mengangkat duta, menerima penempatan duta negara lain, dan memberikan pertimbangan dalam pemberian amnesti dan abolisi;
14. memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian dan pemjanjian dengan negara lain, serta membuat perjanjian intemasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau pembentukan undang-undang;
15. menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;
16. melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang ditentukan dalam undang-undang.
Sebagai lembaga perwakilan, DPR mempunyai hak, antara lain interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat. Sebaliknya, setiap anggota DPR juga memiliki hak yang sama dalam beberapa hal. Hak yang dimiliki setiap anggota DPR yaitu: mengajukan rancangan undang-undang; mengajukan pertanyaan; menyampaikan usul dan pendapat; memilih dan dipilih; membela diri; imunitas; protokoler; keuangan dan administratif.
Selain memiliki hak sebagai lembaga ataupun individu, anggota DPR juga mempunyai kewajiban. Kewajiban anggota DPR, antara lain:
1. mengamalkan Pancasila;
2. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala peraturan perundang-undangan;
3. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan;
4. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
5. memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat;
6. menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;
7. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;
8. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah pemilihannya;
9. menaati kode etik dan peraturan tata tertib DPR;
10. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait
selanjutnya : Hasil Perubahan Secara Bertahap Oleh MPR Berikut Isi Perubahannya
0 komentar:
Posting Komentar