Untuk mengetahui jaminan Hak asasi manusia di negara kita, pertama-tama kita telusuri muatan HAM dalam UUD 1945, kemudian dalam ketetapan MPR, undang-undang, dan peraturan di bawahnya, serta dalam hukum tidak tertulis.
a. UUD 1945
Dalam kaitannya dengan HAM, UUD 1945 merupakan hukum dasar tertulis yang dijadikan landasan konstitusional pelaksanaan HAM di Indonesia. Setelah UUD 1945 diubah, jaminan hak asasi manusia dalam UUD Negara RI Tahun 1945 lebih tegas, lengkap dan luas. Jaminan tersebut dirumuskan dalam Bab tersendiri yaitu Bab XA yang mencakup 10 Pasal (28A – 28J) yang terdiri atas 26 ayat. Rumusan HAM dalam UUD 1945 tersebut dapat dibagi ke dalam beberapa aspek, yaitu :
1) HAM yang berkaitan dengan hak hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupan;
2) HAM yang berkaitan dengan hak membentuk keluarga dan hak-hak anak dalam kehidupan keluarga;
3) HAM yang berkaitan dengan pendidikan, ilmu pengetahuan, dan teknologi;
4) HAM yang berkaitan dengan pekerjaan;
5) HAM yang berkaitan dengan kebebasan beragama dan meyakini kepercayaan, kebebasan bersikap, berpendapat, dan berserikat;
6) HAM yang berkaitan dengan informasi dan komunikasi;
7) HAM yang berkaitan dengan rasa aman dan perlindungan dari perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat manusia;
8) HAM yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial;
9) HAM yang berkaitan dengan persamaan dan keadilan;
10) HAM yang berkaitan dengan kewajiban menghargai hak orang dan pihak lain (Setjen dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2006).
Pemuatan HAM dalam UUD 1945 merupakan suatu penegasan konstitusional sekaligus memberikan kewajiban kepada penyelenggara Negara untuk melakukan perlindungan, pemenuhan, dan pemajuan serta penegakan HAM. Untuk melindungi, memajukan dan menjamin terlaksananya hak asasi manusia, setiap negara modern sekarang ini merumuskan dan mencantumkan HAM dalam UUD yang berlaku di negaranya. Dengan demikian, salah satu materi yang diatur dalam UUD (konsitusi) suatu negara adalah mengenai jaminan terhadap perlindungan hak-hak asasi manusia.
Mengapa konstitusi harus memuat materi tentang jaminan hak asasi manusia? Ada pandangan dari Lord Acton yang mendekati kebenaran bahwa penguasa negara sebagai pemegang organisasi kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaan tersebut. Dalam sejarah pemikiran negara dan hukum menunjukkan bahwa negara selalu dikonotasikan sebagai suatu lembaga yang mempunyai keabsahan untuk memaksakan kehendak kepada warga negaranya. Oleh karena itu, untuk memberikan jaminan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia , maka dalam setiap UUD negara perlu memuat kekuatan jaminan mengenai HAM.
baca juga : Perlindungan dan Penegakan HAM melalui Pembentukan Lembaga
b. Ketetapan MPR
Setelah keluarnya undang-undang nomor 10 tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, ketetapan MPR tidak lagi merupakan jenis peraturan perundang-undangan. Namun demikian, eksistensi ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia masih dapat dijadikan rujukan dalam menjamin dan melindungi HAM.
Dalam ketetapan MPR tersebut dimuat tentang penugasan kepada lembaga-lembaga tinggi negara dan seluruh aparatur pemerintah untuk menghormati, menegakkan, dan menyebarluaskan pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat. Kemudian menugaskan pula kepada Presiden dan DPR untuk meratifikasi berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentak hak asasi manusia sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.
Selain itu, Ketetapan tersebut memuat antara lain hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak atas kebebasan informasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan.
c. Undang-Undang No. 39 tahun 1999 Tentang HAM
Selain dalam UUD 1945 dan TAP MPR, jaminan HAM dirumuskan pula dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-undang ini merupakan undang-undang yang dibentuk dengan cara mempersatukan pemahaman sifat universitas dan sifat kontekstualitas dari HAM.
Sifat universalitas mengandung dimensi individualistik, sedangkan sifat kontekstualitas mengandung dimensi budaya yang berlaku di suatu komunitas masyarakat. Hal ini nampak dalam Pasal 6 yang menyatakan: dalam rangka penegakan HAK, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan pemerintah (ayat 1). Kemudian dalam ayat (2) dinyatakan bahwa identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan jaman.
Dalam undang-undang ini ditegaskan pula tentang pengertian hak asasi manusia dan pengertian pelanggaran hak asasi manusia. Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang benar.
Selanjutnya, dalam pasal 104 ayat (1) ditegaskan bahwa untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia yang berat dibentuk pengadilan hak asasi manusia di lingkungan Peradilan Umum. Untuk menindaklanjuti ketentuan tersebut, pemerintah bersama DPR berhasil menetapkan Undang-undang nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
baca juga : Rumusan Negara Hukum Yang Dikemukakan Para Ahli
d. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM
Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran hask asasi manusia yang berat (Pasal 1 angka 3). Berdasar pasal ini, jelaslah bahwa yang diadili dalam pengadilan HAM hanyalah terhadap pelanggaran HAM berat. Apa saja yang termasuk pelanggaran HAM berat tersebut?
Menurut pasal 7, yang termasuk pelanggaran hak asasi manusia yang berat yaitu: kejahatan Genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Kejahatan genosida yaitu setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama dengan cara:
1) membunuh anggota kelompok ;
2) mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
3) Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakitbatkan kemusnahan secara fisik, baik seluruh atau sebagiannya;
4) Memakasakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok;
5) Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Adapun yang dimaksud kejahatan terhadap kemanusiaan dalam undang-undang ini adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistemik yang diketahui bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:
1) Pembunuhan;
2) Pemusnahan;
3) Perbudakan;
4) Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
5) Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar ketentuan pokok hukum internasional;
6) Penyiksaan;
7) Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentukbentuk kekerasan seksual lain yang setara
8) Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal dilarang menurut hukum internasional.
selanjutnya : Adakah Perubahan Kewenangan DPR
Dalam kaitannya dengan HAM, UUD 1945 merupakan hukum dasar tertulis yang dijadikan landasan konstitusional pelaksanaan HAM di Indonesia. Setelah UUD 1945 diubah, jaminan hak asasi manusia dalam UUD Negara RI Tahun 1945 lebih tegas, lengkap dan luas. Jaminan tersebut dirumuskan dalam Bab tersendiri yaitu Bab XA yang mencakup 10 Pasal (28A – 28J) yang terdiri atas 26 ayat. Rumusan HAM dalam UUD 1945 tersebut dapat dibagi ke dalam beberapa aspek, yaitu :
1) HAM yang berkaitan dengan hak hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupan;
2) HAM yang berkaitan dengan hak membentuk keluarga dan hak-hak anak dalam kehidupan keluarga;
3) HAM yang berkaitan dengan pendidikan, ilmu pengetahuan, dan teknologi;
4) HAM yang berkaitan dengan pekerjaan;
5) HAM yang berkaitan dengan kebebasan beragama dan meyakini kepercayaan, kebebasan bersikap, berpendapat, dan berserikat;
6) HAM yang berkaitan dengan informasi dan komunikasi;
7) HAM yang berkaitan dengan rasa aman dan perlindungan dari perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat manusia;
8) HAM yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial;
9) HAM yang berkaitan dengan persamaan dan keadilan;
10) HAM yang berkaitan dengan kewajiban menghargai hak orang dan pihak lain (Setjen dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2006).
Pemuatan HAM dalam UUD 1945 merupakan suatu penegasan konstitusional sekaligus memberikan kewajiban kepada penyelenggara Negara untuk melakukan perlindungan, pemenuhan, dan pemajuan serta penegakan HAM. Untuk melindungi, memajukan dan menjamin terlaksananya hak asasi manusia, setiap negara modern sekarang ini merumuskan dan mencantumkan HAM dalam UUD yang berlaku di negaranya. Dengan demikian, salah satu materi yang diatur dalam UUD (konsitusi) suatu negara adalah mengenai jaminan terhadap perlindungan hak-hak asasi manusia.
Mengapa konstitusi harus memuat materi tentang jaminan hak asasi manusia? Ada pandangan dari Lord Acton yang mendekati kebenaran bahwa penguasa negara sebagai pemegang organisasi kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaan tersebut. Dalam sejarah pemikiran negara dan hukum menunjukkan bahwa negara selalu dikonotasikan sebagai suatu lembaga yang mempunyai keabsahan untuk memaksakan kehendak kepada warga negaranya. Oleh karena itu, untuk memberikan jaminan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia , maka dalam setiap UUD negara perlu memuat kekuatan jaminan mengenai HAM.
baca juga : Perlindungan dan Penegakan HAM melalui Pembentukan Lembaga
b. Ketetapan MPR
Setelah keluarnya undang-undang nomor 10 tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, ketetapan MPR tidak lagi merupakan jenis peraturan perundang-undangan. Namun demikian, eksistensi ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia masih dapat dijadikan rujukan dalam menjamin dan melindungi HAM.
Dalam ketetapan MPR tersebut dimuat tentang penugasan kepada lembaga-lembaga tinggi negara dan seluruh aparatur pemerintah untuk menghormati, menegakkan, dan menyebarluaskan pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat. Kemudian menugaskan pula kepada Presiden dan DPR untuk meratifikasi berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentak hak asasi manusia sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.
Selain itu, Ketetapan tersebut memuat antara lain hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak atas kebebasan informasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan.
c. Undang-Undang No. 39 tahun 1999 Tentang HAM
Selain dalam UUD 1945 dan TAP MPR, jaminan HAM dirumuskan pula dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-undang ini merupakan undang-undang yang dibentuk dengan cara mempersatukan pemahaman sifat universitas dan sifat kontekstualitas dari HAM.
Sifat universalitas mengandung dimensi individualistik, sedangkan sifat kontekstualitas mengandung dimensi budaya yang berlaku di suatu komunitas masyarakat. Hal ini nampak dalam Pasal 6 yang menyatakan: dalam rangka penegakan HAK, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan pemerintah (ayat 1). Kemudian dalam ayat (2) dinyatakan bahwa identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan jaman.
Dalam undang-undang ini ditegaskan pula tentang pengertian hak asasi manusia dan pengertian pelanggaran hak asasi manusia. Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang benar.
Selanjutnya, dalam pasal 104 ayat (1) ditegaskan bahwa untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia yang berat dibentuk pengadilan hak asasi manusia di lingkungan Peradilan Umum. Untuk menindaklanjuti ketentuan tersebut, pemerintah bersama DPR berhasil menetapkan Undang-undang nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
baca juga : Rumusan Negara Hukum Yang Dikemukakan Para Ahli
d. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM
Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran hask asasi manusia yang berat (Pasal 1 angka 3). Berdasar pasal ini, jelaslah bahwa yang diadili dalam pengadilan HAM hanyalah terhadap pelanggaran HAM berat. Apa saja yang termasuk pelanggaran HAM berat tersebut?
Menurut pasal 7, yang termasuk pelanggaran hak asasi manusia yang berat yaitu: kejahatan Genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Kejahatan genosida yaitu setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama dengan cara:
1) membunuh anggota kelompok ;
2) mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
3) Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakitbatkan kemusnahan secara fisik, baik seluruh atau sebagiannya;
4) Memakasakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok;
5) Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Adapun yang dimaksud kejahatan terhadap kemanusiaan dalam undang-undang ini adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistemik yang diketahui bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:
1) Pembunuhan;
2) Pemusnahan;
3) Perbudakan;
4) Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
5) Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar ketentuan pokok hukum internasional;
6) Penyiksaan;
7) Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentukbentuk kekerasan seksual lain yang setara
8) Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal dilarang menurut hukum internasional.
selanjutnya : Adakah Perubahan Kewenangan DPR
0 komentar:
Posting Komentar