Sumber Sumber Moral
Tidak ada kehidupan manusia tanpa tata nilai, norma dan moral karena manusia dalam bertingkah laku dimasyarakat senantiasa berjalan diatas landasan tata nilai, norma dan moral tertentu menurut pilihan bersama (masyarakat, suku bangsa dan negara) dimana masyarakat bersangkutan berada. Martabat manusia secara pribadi maupun sosial akan tetap terjunjung karena tata nilai, moral dan norma tersebut yang disadarnya dan dilaksanakannya.
Nilai sebagai keyakinan hidup pribadi,
norma sebagai pengendalian diri dan budi nurani adalah sebagai subjek
pengendalian secara terus menerus secara kodrati akan berlangsung
memberikan sanksi misalnya apabila kita melaksanakan nilai dan norma
yang kita yakini sebagaimana mestinya maka hati nurani akan merasa
bahagia dan tentram, sebaiknya apabila kita melanggar nilai-nilai norma
yang kita yakini maka hati nurani kita akan merasa resah, gelisah,
menyesal, tertekan dan merasa berdosa. Hati yang bahagia, tentram adalah
mencerminkan pribadi yang sehat rohaninya, sebaliknya hati yang resah,
gelisah, menyesal mencerminkan konflik psikis (kejiwaan) atau gangguan
kesehatan mental. Konflik kejiwaan ini terjadi karena adanya perbedaan
antara kesadaran normatif (kesadaran akan keharusan) dengan kenyataan
tindakan (yang dilakukan) adapun perbedaan ini disebabkan adanya
dorongan aspek kejiwaan manusia antara hasrat luhur untuk selalu
menjunjung martabat kemanusiaannya (fitrah/potensi baik nurani manusia)
dengan keinginan (hasrat-hasrat) yang bersifat lahiriah, biologis dan
egoistis (fitrah/potensi nafsu nurani manusia).
Baca Juga : Pengertian Nilai, Norma dan Moral Dalam PKn
Proses
kejiwaan (mental) tersebut senantiasa berlangsung dalam segala aktivitas
manusia. Integritas seseorang, komitmen tingkah lakunya pada prinsip
menjunjung harkat martabatnya terhadap kesetiaan kepada Tuhan , ketaatan
pada nilai dan norma yang baik, luhur dan tinggi yang menunjukkan watak
kepribadiaan (citra pribadinya) itulah yang disebut moral (manusia
yang bermoral). Interaksi antar manusia dengan sesamanya dan
lingkungannya dalam wujud kebersamaan dengan segala identitas antar
pribadi mereka tersebut “diikat” dalam tata nilai yang menjadi sumber
moralnya.
Ada 3 tata nilai utama yang dijadikan sumber moral dalam kehidupan manusia yaitu :
1. Nilai Agama
Nilai
agama dalam arti khusus adalah nilai yang bersumber dari Tuhan Yang
Maha Esa, diturunkan sebagai wahyu melalui para nabi / rasul.Hal ini
berdasarkan pengertian bahwa hakikat agama bukanlah kebudayaan, sebab
agama bukanlah ciptaan manusia, melainkan wahyu Tuhan.Karena itu sifat
nilai agama adalah mutlak, dalam artian kebenaran agama bersifat imani
dan mutlak.Hal ini berbeda dengan sifat nilai ilmu pengetahuan yang
rasional dan nisbi.
Berdasarkan pokok pikiran diatas, maka
ketaqwaaan kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan perwujudan nilai agama
dan menjadi sumber pengamalan nilai-nilai agama yang lain. Seseorang
yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa selalu berupaya melakukan semua
perintah-Nya dan menjauhi atau meninggalkan larangan-Nya. Seseorang
yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka perilakunya tercermin
pada penampilan semua aspek nilai. Dalam hubungan ini dapat dikemukakan
bahwa butir-butir (nilai-nilai) didalam Pancasila yang berjumlah 36 itu
pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai agama., Sebagai contoh misalnya
:
1) Sikap tidak memaksakan suatu agama dan
kepercayaan kepada orang lain (butir 4 sila I). Hal ini sesuai dengan
firman Tuhan yang menyatakan bahwa “ Tidak ada paksaan untuk memeluk /
memasuki agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari
pada jalan yang sesat”.
2) Mengembangkan sikap saling
mencintai sesama manusia, tenggang rasa, dan tidak semena mena terhadap
orang lain (butir 2, 3, 4, sila II). Hal ini sesuai dengan perintah
Tuhan untuk jangan sekali-kali membenci kepada sesama (sesuatu kaum)
sehingga mendorong untuk berlaku tidak adil (tidak semena-mena).
Berlakulah adil, karena adil itu lebih dekat kepada Taqwa.
3) Mengembangkan rasa cinta tanah air dan Bangsa (butir 3 sila
III). Tuhan pun mengajarkan bahwa sesungguhnya Tuhan menciptakan
manusia laki-laki dan perempuan dan menjadikannnya berbangsa-bangsa
supaya saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi
Tuhan ialah orang yang paling bertaqwa. Disamping itu cinta Tanah air
adalah sebagian dari iman Demikian-lah sekedar beberapa contoh
Kesimpulan
· Nilai agama adalah nilai yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa, sebagai wahyu Tuhan.
·
Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan perwujudan nilai
agama dan menjadi sumber dari pengamalan nilai-nilai- agama lain.
Baca Juga : Mengkaji Aliran Pendidikan Nilai dan Moral
2. Nilai Filsafat
Perenungan
dan pemikiran manusia untuk menjawab rahasia dan hakikat sesuatu,
melahirkan nilai filsafat. Nilai filsafat ini di yakini kebenarannya,
karena belum atau tidak adanya jawaban dan kesimpulan lain. Manusia
makin sadar akan kedudukan dirinya didalam masyarakat, Negara, budaya,
alam, dan di hadapan Tuhan. Manusia memiliki wawasan dari dalam
kesemestaannya. Manusia sadar akan kedudukan, hak dan kewajibannya
dalam rangka kebersamaan dengan sesama (masyarakat, Negara, dunia),
dengan alam dan sumber daya alam; dan dengan kehidupan dibalik dunia ini
dihadapan Tuhan Yang Maha Pencipta dan Maha Kuasa, Tuhan Yang Maha Esa.
Tumbuhnya
nilai filsafat adalah perwujudan kebutuhan rohani manusia yang selalu
mendesak terjawabnya rahasia dan hakikat sesuatu. Jawaban ini demi
ketenangan batin yang berpengaruh bagi kelesatarian hidupnya.
Nilai-nilai filsafat berkembang sepanjang sejarah budaya manusia; karena
perenungan ini berasal dari potensi daya cipta dan daya pikir manusia.
Nilai
Filsafat sebagai perwujudan akal-budi mencakup segala sesuatu dalam
alam dan fikiran manusia.Filsafat merupakan perwujudan martabat luhur
manusia. Manusia dapat menghayati antar hubungan dengan dirinya, alam
dan budaya.; bahkan dengan bermacam bentuk dan jenis nilai dalam
kenyataan dan kesadarannya. Hubungan nilai demikian dibedakan oleh
filsafat sebagai :
1) Hubungan mendasar: tata hubungan
dimana kenyataan yang satu menjadi dasar untuk kenyataan yang lain,
misalnya :ruangan berdasarkan bilangan, ada ukurannyagerak berdasarkan
ruangan (dari sini, ke sana), psikis berdasarkan biotis
2)
Hubungan transendensi: tata hubungan dimana pihak yang lebih tinggi
melebihi pihak yang lebih rendah, misalnya : agama melebihi perbuatan
baik, ethis melebihi perbuatan social, hukum melebihi perbuatan disiplin
dan sebagainya
Manusia dalam wawasan
filsafat adalah subjek dalam kerangka antarhubungan dengan sesama dan
dengan alam; dengan budaya dan sebagai tatanan kemasyarakatan, dan
dengan Tuhan serta alam sesudah dunia ini (alam metafisika).
Filsafat
sebagai wujud hikmat kebijaksanaan manusia, kemudian dilengkapi dan di
tingkatkan ketinggiannya dengan nilai agama. Kesimpulan : Filsafat
adalah upaya manusia menjangkau hakikat semesta dan Tuhannya; upaya
sendiri manusia mengerti hidup dan menjalani kehidupan.
Agama
merupakan berkat- rahmat Tuhan dalam pengayoman-Nya kepada umat manusia
dan semesta sebagai perwujudan kasih Tuhan atas ciptaan-Nya.Agama
seakan uluran tangan Tuhan dalam membimbing jalan hidup manusia.
3. Nilai Budaya
Nilai
dalam dimensi sosial budaya bertolak dari ‘pengandaian” bahwa manusia
adalah individu yang secara hakiki memiliki sifat sosial, maka sebagai
individu manusia adalah makhluk yang bermasyarakat. Manusia dengan
individualitanya menurut Franz Magnis Suseno (2000:15) adalah makhluk
bebas yang harus menentukan sendiri apa yang dilakukannya dan apa yang
tidak dilakukannya, mau tidak mau ia harus mengambil sikap terhadap alam
dan masyarakat di sekelilingnya, ia dapat menyesuaikan diri dengan
harapan-harapan orang lain, tetapi juga dapat bertindak melawan mereka.
Manusia hanya memiliki eksistensi karena ada orang lain dan hanya dapat
hidup dan berkembang karena ada orang lain. Dengan demikian maka nilai
dari setiap individu ada karena adanya orang lain yang menilai kita.
Dalam
kehidupan sehari-hari terkadang kita menjadi bisa dengan nilai-nilai
yang tidak jelas asal mulanya, apakah nilai-nilai yang kita gunakan
hasil dari budaya kita atau merupakan hasil yang diadopsi dari budaya
luar, setiap nilai atau norma yang dihasilkan dari komunitas tertentu
belum tentu sesuai pada komunitas lain, ada perbuatan yang dianggap baik
oleh suatu masyarakat, tapi dinilai buruk oleh masyarakat lainnya.
Kondisi inilah yang memperkuat aliran relativisme, dan orang-orang
menyebutnya Relativisme dalam kebudayaan.
Menurut Muh said
(1980:99) norma-norma yang mutlak tidak ada, semua norma bersifat nisbi,
relatif dalam waktu dan tempat. Dengan adanya interaksi antara manusia
yang satu dengan lainnya, dengan beragam keinginan, adat istiadat,
kebisaaan, maka lahirlah nilai-nilai insaniah yang beragam pula.
Sehingga pada akhirnya nilai yang bersumber pada budaya ini sangat
bersifat subjektif dan hanya berlaku pada komunitas tertentu.
Erich
Fromm (1999:86) mengatakan bahwa relativisme murni mengklaim bahwa
semua nilai adalah masalah selera pribadi dan tidak ada yang melebihi
selera itu. Dasar Filsafat Sartre tidak berbeda darai relativisme ini
karena manusia bebas memilih proyek apapun, sejauh nilai itu adalah
otentik. Erich lebih jauh mendeskripsikan bahwa disamping relativisme
ada konsep lain, yang diyakini oleh manusia yakni konsep nilai-nilai
pengabdian secara sosial. Para penganut konsep ini memulai dengan suatu
pernyataan bahwa kelangsungan hidup suatu masyarakat dengan bermacam
kontradiksinya menjadi tujuan utamanya dan dengan demikian norma-norma
sosial yang kondusif bagi kelangsungan hidup masyarakat merupakan
nilai-nilai yang tertinggi dan mengikat individu.
Kehidupan
manusia berbeda dengan kehidupan makhluk Tuhan lainnya, karena
kehidupan manusia tumbuh dan berkembang dari kebudayaan. Kebudayaan
hanyalah dikenal dalam kehidupan manusia.
Menurut wujudnya kebudayaan terdiri atas:
1) Sistem nilai, yaitu yang berupa gagasan, cita-cita, pandangan hidup, dan nilai kehidupan.
2) Sistem masyarakat, yaitu sekumpulan aturan-aturan, adat istiadat, norma hukum, kaidah, yang mengatur kehidupan manusia.
3)
Hasil karya, yaitu hasil karya yang berupa benda sebagai buatan
manusia, yaitu memenuhi kebutuhannya baik kebutuhan yang bersifat
jasmaniah maupun yang bersifat rohaniah.
Menurut isinya kebudayaan itu meliputi
1) Bahasa
2) Religi
3) Sistem kekerabatan
4) Sistem ekonomi
5) Sistem teknologi
6) Kesenian
7) Ilmu pengetahuan
Ketujuh
isi kebudayaan itu bersifat universal, artinya terdapat dalam masyarkat
manapun dan dikenal dalam kebudayaan bangsa manapun.Oleh sebab itu
tujuh unsur kebudayaan umum dikenal dengan istilah “universal traits of
culture”.Setiap unsur budaya didalamnya terdapat sistem nilai, sistem
sosial dan karya budaya.
Nilai budaya adalah nilai yang
abstrak yang berupa paduan dari budaya sebagai sistem nilai, sistem
sosial, dan karya manusia. Hubungan ketiganya adalah hubungan
sibernetik, sehingga wujud kebudayaan itu menjadi keseluruhan dari
ketiganya.Nilai budaya tampak dalam wujud tujuh unsur budaya yang
universal itu. Dalam kehidupan manusia, nilai-nilai budaya tersebut
selain menjadi sumber tata kelakuaan atau tata-kehidupannya, juga
berperan sebagai pedoman, pandangan, kebenaran atas nilai-nilai yang
dikembangkan dalam kehidupan manusia.
Kehidupan manusia
dapat dibedakan menurut tujuannya, yaitu melakukan sesuatu atas dasar
bahwa manusia itu sekedar menjalankan suratan takdir. Manusia tidak
dapat menolaknya kecuali berusaha mengubahnya menurut kodrat.
Sebaliknya manusia sadar akan keberadaannya ditengah alam ciptaan Tuhan,
berusaha untuk menguasainya dan membudayakannya.
Tujuan hidup manusia adalah mengabdi dan berbakti.Manusia melalui pengalamannya berusaha untuk mandiri dan kreatif sebagai wujud kesadaran atas kemampuan akal dan budinya untuk membudayakan lingkungan hidupnya.
Nilai budaya selalu berkembang, dan bersifat nisbi.Kebenaran nilai budaya dipengaruhi oleh penyikapan manusia dan tantangan yang di hadapinya.Sebab itu nilai budaya selalu berada dalam bingkai hubungan waktu dan tempat.Nilai budaya lahir dan berkembang dalam konteks masyarakat pendukungnya. Sebab itu keberadaan nilai budaya itu berkembang bukan menurut hukum alam, tetapi menurut apa adanya pelesatarian dari pendukunganya.
Kehidupan sebagai wujud keseluruhan kegiatan sosial budaya berarti bahwa ada hubungan antara masyarakat dan nilai-nilai budaya.Hubungan itu bersifat saling bergantung sesamanya (kovariable).Hubungan itu berarti faktor sosial budaya mengalami perubahan, masyarakat pun ikut berubah.Nilai-nilai sosial budaya tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, oleh karena itu kelangsungan sosial budaya ditentukan pula oleh keadaan yang hidup dalam masyarakat. Kehidupan masyarakat adalah merupakan antarahubungan orang–orang yang terikat tata-nilai yang tercipta dalam kebudayaan masyarakat. Nilai-nilai yang dianutoleh masyarakat dipelihara, dikembangkan sebagai milik budaya masyarakat.Oleh sebab itu terdapat kecenderungan bahwa nilai-nilai sosial budaya dipertahankan adanya demi kelangsungan hidup masyarakat itu sendiri.
Baca Juga : Konsep Nilai Moral Dalam PKN SMA
Kehidupan meliputi aspek yang luas, berupa nilai nilai kemasyarakatan dan budaya. Nilai-nilai antara lain nilai keTuhanan, yang mengatur hubungan anatar manusia, dan pribadi dengan masyarakat. Kedua nilai itu hidup dan berakar dalam jaringan sosial budaya sepanjang sejarah. Keanekaragaman suku bangsa, adat-istiadat, kesenian, agama, sistem kehidupan setempat, adalah unsur-unsur sosial budaya yang hidup dan berkembang dalam proses sejarah pertumbuhan serta pembentukan bangsa Indonesia. Kemajemukan ini bukan hanya nampak sebagai kondisi objektif, melainkan sebuah konfigurasi kebudayaan yang diidealkan dalam sesanti Bhineka Tunggal Ika.Dalam rangka pembentukan bangsa, unsur–unsur sosial budaya yang bersifat integratif harus dikembangkan. Pengalaman sejarah bangsa telah membentuk watak bangsa untuk menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang dikembangkan atas dasar persamaan drajat dan rasa keadilan. Penindasan, penjajahan pada hakikatnya bertentangan dengan rasa kemanusiaan.Nilai kemanusiaan yang bersumber dari dari kesadaran bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan, tidak dapat membenarkan penindasan dalam bentuk apapun.
Pengakuan atas dasar kemerdekaan bagi semua bangsa, berakar dari kesadaran akan adanya asas persamaan serta sikap menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Nilai-nilai sosial budaya yang hidup dalam masyarakat bangsa seperti: nilai persatuan, persamaan, kebebasan, gotong royong, rela berkorban, cinta bangsa dan tanah air adalah terbentuk dalam proses sejarah. Proses sejarah nasib yang sama membentuk kesadaran kebangsaan (nasionalisme), kesatuan dan persatuan. Nilai-nilai ini adalah hakikat kekeluargaan dan keberamaan.Kekeluargaan dan kebersamaan inipula yang membentuk kebudayaan; yakni demi kehidupan dan kesejahtraan bersama.Bukankah budaya ini sarana dan kelengkapan hidup lahir dan bathin manusia?
Karena itu, nilai kehidupan dihubungkan dengan perkembangan iptek yang amat pesat, benar-benar telah mengubah tatanan hidup yang serba mudah dan nyaman. Namun dibalik perubahan tatanan hidup yang serba mudah dan nyaman. Namun dibalik perubahan tatanan kehidupan yang bersifat materil itu sering melahirkan konflik nilai yang berkepanjangan. Konflik nilai terjadi terjadi dalam beragam jenis dan kompleksitasnya. Konflik nilai terjadi sebagai akibat adanya perubahan perilaku manusia yang terkadang bertolak belakang dengan nilai-nilai kehidupan yang semestinya menjadi rujukan kebajikan manusia. Tidak sedikit manusia menapaki kehidupannya dengan berusaha mengejar kesenangan materi dan kepuasan lahiriah. Dalam kondisi itu maka nilai bergerak mengikuti riak perubahan. Terkadang peruabahan kehidupan.dan pergeseran nilai itu terjadi jauh melampaui dugaan normal manusia, sehingga akhirnya, menyeret manusia pada situasi, yang dalam istilah David peat yang diungkapkan oleh Rohmat Mulyana (2004) dalam bukunya Mengartikulasikan pendidikan nilai (2004) sebagai Chaos and complexity. Dalam situasi seperti itu manusia dihadapkan pada persoalan rumit yang menuntut dirinya untuk segera menentukan identitas dirinya dan menetapkan posisinya sebagai manusia yang berbudaya dan berkesadaran agama.
Tujuan hidup manusia adalah mengabdi dan berbakti.Manusia melalui pengalamannya berusaha untuk mandiri dan kreatif sebagai wujud kesadaran atas kemampuan akal dan budinya untuk membudayakan lingkungan hidupnya.
Nilai budaya selalu berkembang, dan bersifat nisbi.Kebenaran nilai budaya dipengaruhi oleh penyikapan manusia dan tantangan yang di hadapinya.Sebab itu nilai budaya selalu berada dalam bingkai hubungan waktu dan tempat.Nilai budaya lahir dan berkembang dalam konteks masyarakat pendukungnya. Sebab itu keberadaan nilai budaya itu berkembang bukan menurut hukum alam, tetapi menurut apa adanya pelesatarian dari pendukunganya.
Kehidupan sebagai wujud keseluruhan kegiatan sosial budaya berarti bahwa ada hubungan antara masyarakat dan nilai-nilai budaya.Hubungan itu bersifat saling bergantung sesamanya (kovariable).Hubungan itu berarti faktor sosial budaya mengalami perubahan, masyarakat pun ikut berubah.Nilai-nilai sosial budaya tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, oleh karena itu kelangsungan sosial budaya ditentukan pula oleh keadaan yang hidup dalam masyarakat. Kehidupan masyarakat adalah merupakan antarahubungan orang–orang yang terikat tata-nilai yang tercipta dalam kebudayaan masyarakat. Nilai-nilai yang dianutoleh masyarakat dipelihara, dikembangkan sebagai milik budaya masyarakat.Oleh sebab itu terdapat kecenderungan bahwa nilai-nilai sosial budaya dipertahankan adanya demi kelangsungan hidup masyarakat itu sendiri.
Baca Juga : Konsep Nilai Moral Dalam PKN SMA
Kehidupan meliputi aspek yang luas, berupa nilai nilai kemasyarakatan dan budaya. Nilai-nilai antara lain nilai keTuhanan, yang mengatur hubungan anatar manusia, dan pribadi dengan masyarakat. Kedua nilai itu hidup dan berakar dalam jaringan sosial budaya sepanjang sejarah. Keanekaragaman suku bangsa, adat-istiadat, kesenian, agama, sistem kehidupan setempat, adalah unsur-unsur sosial budaya yang hidup dan berkembang dalam proses sejarah pertumbuhan serta pembentukan bangsa Indonesia. Kemajemukan ini bukan hanya nampak sebagai kondisi objektif, melainkan sebuah konfigurasi kebudayaan yang diidealkan dalam sesanti Bhineka Tunggal Ika.Dalam rangka pembentukan bangsa, unsur–unsur sosial budaya yang bersifat integratif harus dikembangkan. Pengalaman sejarah bangsa telah membentuk watak bangsa untuk menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang dikembangkan atas dasar persamaan drajat dan rasa keadilan. Penindasan, penjajahan pada hakikatnya bertentangan dengan rasa kemanusiaan.Nilai kemanusiaan yang bersumber dari dari kesadaran bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan, tidak dapat membenarkan penindasan dalam bentuk apapun.
Pengakuan atas dasar kemerdekaan bagi semua bangsa, berakar dari kesadaran akan adanya asas persamaan serta sikap menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Nilai-nilai sosial budaya yang hidup dalam masyarakat bangsa seperti: nilai persatuan, persamaan, kebebasan, gotong royong, rela berkorban, cinta bangsa dan tanah air adalah terbentuk dalam proses sejarah. Proses sejarah nasib yang sama membentuk kesadaran kebangsaan (nasionalisme), kesatuan dan persatuan. Nilai-nilai ini adalah hakikat kekeluargaan dan keberamaan.Kekeluargaan dan kebersamaan inipula yang membentuk kebudayaan; yakni demi kehidupan dan kesejahtraan bersama.Bukankah budaya ini sarana dan kelengkapan hidup lahir dan bathin manusia?
Karena itu, nilai kehidupan dihubungkan dengan perkembangan iptek yang amat pesat, benar-benar telah mengubah tatanan hidup yang serba mudah dan nyaman. Namun dibalik perubahan tatanan hidup yang serba mudah dan nyaman. Namun dibalik perubahan tatanan kehidupan yang bersifat materil itu sering melahirkan konflik nilai yang berkepanjangan. Konflik nilai terjadi terjadi dalam beragam jenis dan kompleksitasnya. Konflik nilai terjadi sebagai akibat adanya perubahan perilaku manusia yang terkadang bertolak belakang dengan nilai-nilai kehidupan yang semestinya menjadi rujukan kebajikan manusia. Tidak sedikit manusia menapaki kehidupannya dengan berusaha mengejar kesenangan materi dan kepuasan lahiriah. Dalam kondisi itu maka nilai bergerak mengikuti riak perubahan. Terkadang peruabahan kehidupan.dan pergeseran nilai itu terjadi jauh melampaui dugaan normal manusia, sehingga akhirnya, menyeret manusia pada situasi, yang dalam istilah David peat yang diungkapkan oleh Rohmat Mulyana (2004) dalam bukunya Mengartikulasikan pendidikan nilai (2004) sebagai Chaos and complexity. Dalam situasi seperti itu manusia dihadapkan pada persoalan rumit yang menuntut dirinya untuk segera menentukan identitas dirinya dan menetapkan posisinya sebagai manusia yang berbudaya dan berkesadaran agama.
agama memang sangat erat kaitannya dengan moral. saya stuju kalo agama merupakan sumber moral yang paling utama. makasi share nya kak .. keren
BalasHapus