Negara Hukum
Seorang filosof Rumawi kuno yang bernama Cicero (106 – 43 SM) pernah menyatakan “Ubi societas ibi ius”, yang berarti “dimana ada masyarakat di situ ada hukum”. Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa setiap manusia dimanapun berada selalu terikat oleh aturan atau norma kehidupan. Setiap aktivitas manusia baik pemerintah maupun rakyat terikat oleh aturan atau hukum. Hukum dibuat untuk dijadikan sebagai pedoman dalam menjalankan aktivitas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Jika setiap orang (baik pemerintah atau rakyat) yang melakukan pelanggaran hukum diberi sanksi sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, maka negara tersebut dapat dikatakan negara hukum.
Rumusan negara hukum yang dikemukakan para ahli berbeda-beda, hal ini disebabkan perbedaan azas negara hukum yang dianut maupun karena kondisi masyarakat dan zaman pada waktu perumusan negara hukum itu ditampilkan. Menurut B.R. Saragih negara hukum ialah negara dimana tindakan pemerintah maupun rakyatnya didasarkan atas hukum untuk mencegah adanya tindakan sewenang-wenang dari pihak pemerintah (penguasa) dan tindakan rakyat yang dilakukan menurut kehendaknya sendiri.
Wirjono Prodjodikoro (1981), menyatakan bahwa istilah negara hukum, berarti suatu negara yang di dalam wilayahnya:
1. semua alat-alat perlengkapan Negara, khususnya alat-alat perlengkapan dari pemerintah dalam tindakan-tindakannya baik terhadap warga negara maupun dalam saling berhubungan masing-masing tidak boleh sewenang-wenang, melainkan harus memperhatikan peraturan-peraturan hukum yang berlaku; dan
2. semua orang-orang penduduk dalam hubungan kemasyarakatan harus tunduk pada peraturan-peraturan hukum yang berlaku.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa negara hukum adalah negara yang segala kegiatan untuk menyelenggarakan pemerintahannya didasarkan atas hukum yang berlaku di negara tersebut dan apabila dilanggar akan mendapat sanksi hukum. Demikian pula rakyat sebagai anggota negara harus tunduk pada hukum dan apabila tindakannya melanggar hukum dapat diminta pertanggungjawaban secara hukum. Dalam negara hukum, rakyat dan pejabat (pemerintah) dalam menyelenggarakan tugas-tugasnya tidak boleh sewenang-wenang tetapi mesti berdasarkan hukum yang telah disepakati rakyat atau lembaga yang mewakili rakyat. Dengan demikian, Hakekat Negara hukum yaitu segala tindakan penguasa dan rakyat harus berdasarkan pada hukum, menjunjung tinggi hukum, dan berani mempertanggungjawabkan segala tindakannya secara hukum.
Persoalan kita sekarang, apakah negara kita merupakan negara hukum? Para pendiri negara (the founding fathers) ternyata sudah memikirkan gagasan konsep negara hukum sebelum kemerdekaan, yang kemudian dirumuskan dengan tegas dalam Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950. Apakah dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdapat rumusan yang menegaskan bahwa negara kita merupakan negara hukum? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita kaji beberapa ketentuan dalam UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 antara lain sebagai berikut.
baca juga : Lembaga Lembaga Penegak Hukum
1. Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat (3))
2. Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tiada kecualinya”.
3. Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD (pasal 4 ayat (1)).
Para ahli hukum menggunakan istilah negara hukum yang berbeda-beda. Para ahli hukum Eropa Kontinental (antara lain Jerman) menggunakan istilah Rechtsstaat, sedangkan di negara Anglo Saxon (antara lain Inggris) menggunakan istilah The Rule of Law. Istilah rechtsstaat mulai populer di Eropa sejak abad XIX, sedangkan istilah the rule of law mulai populer dengan terbitnya sebuah buku ”Introduction to the study of the law of the constitution” yang ditulis A.V.Dicey (1885).
Bagaimanakah perbedaan kedua konsep negara hukum tersebut?. Untuk mengetahui perbedaan keduanya, simaklah uraian berikut.
1. Dilihat dari perkembangannya, konsep rechtsstaat lahir dari suatu perjuangan menentang absolutisme sehingga sifatnya revolusioner, sedangkan konsep the rule of law berkembang secara evolusioner.
2. Dilihat dari sitem hukum yang menopangnya, konsep rechtsstaat bertumpu atas sistem hukum kontinental yang disebut Civil Law atau Modern Roman Law, sedangkan konsep the rule of law bertumpu atas sistem hukum yang disebut Common Law.
3. Karakteristik Civil Law adalah administratif, sedangkan karakteristik Common Law adalah judicial.
Menurut Jimly Asshiddiqie (2005), ide negara hukum selain berkaitan dengan konsep rechtsstaat dan the rule of law, juga berkaitan dengan konsep nomocracy yang berasal dari kata nomos berarti norma, dan cratos yang berarti kekuasaan. Hal ini mengandung arti bahwa sebagai faktor penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah norma atau hukum. Dengan demikian, isitlah nomokrasi itu berkaitan erat dengan ide kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai keuasaan tertinggi.
Selain dipengaruhi oleh kedua konsepsi negara hukum tersebut, negara hukum di negara kita memiliki ciri khas sesuai filsapat dan budaya bangsa kita. Oemar Seno Adji menjelaskan bahwa negara hukum Indonesia memiliki ciri-ciri khas Indonesia. Pancasila harus diangkat sebagai dasar pokok dan sumber hukum, maka negara hukum Indonesia dapat dinamakan negara hukum Pancasila. Salah satu ciri pokoknya adalah adanya jaminan terhadap kebebasan beragama (freedom of religion) dalam konotasi yang positif. Artinya tiada tempat bagi ateisme atau propaganda anti agama. Ciri berikutnya adalah tiadanya pemisahan yang rigid dan mutlak antara agama dan negara. Sementara Padmo Wahyono menyatakan, bahwa negara hukum Pancasila bertitik pangkal pada asas kekeluargaan sebagaimana tercantum dalam UUD 1945.
Konsepsi negara hukum ternyata mengalami perkembangan sesuai dengan dinamika tuntutan jaman yang semakin berkembang. Pada abad ke-19, muncul konsepsi negara hukum dari Immanuel Kant yang kemudian disebut negara hukum dalam arti sempit. Dalam negara hukum dalam arti sempit, negara dianggap dan berfungsi sebagai negara penjaga malam (Nachtwachterstaat), yakni negara akan bertindak apabila terjadi pelanggaran terhadap hak-hak manusia atau ketertiban dan keamanan terancam. Oleh karena itu, fungsi negara bersifat pasif dan tidak aktif menyejahterakan rakyat, yang berarti bahwa menyejahterakan rakyat bukan merupakan tugas negara tetapi tugas masing-masing individu.
Pada abad ke-20 muncul gagasan bahwa negara atau pemerintah harus bertanggungjawab atas kesejahteraan rakyat, sehingga negara harus aktif dan turut campur dalam mengatur kehidupan ekonomi dan sosial. Negara yang turat campur dan aktif dalam menyejahterakan masyarakat dikenal dengan sebutan negara hukum dalam arti luas atau negara hukum materiil atau disebut juga welfarestate (negara kesejahteraan). Dengan demikian dalam negara hukum materiil, negara berfungsi bukan hanya menjaga hukum dan ketertiban tetapi juga aktif menyejahterakan rakyat. Dalam negara hukum dalam arti luas, fungsi negara bukan sebagai penjaga malam, tetapi negara berfungsi sebagai pemberi pelayanan kepada masyarakat (social service state).
Para ahli hukum Eropa Kontinental dan Anglo Saxon memandang bahwa suatu negara dapat dikatakan negara hukum apabila memenuhi persyaratan atau unsur-unsur tertentu. Unsur-unsur negara hukum (rechtsstaat) menurut pendapat F.J. Stahl (Eropa Kontinental) adalah sebagai berikut:
1. adanya jaminan hak asasi manusia:
2. adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan.
3. pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan;
4. adanya peradilan administrasi.
baca juga : Hak Dan Kewajiban Warga Negara Indonesia
Unsur-unsur negara hukum menurut Stahl tidak sama dengan pendapat Dicey. Menurut Dicey negara yang berdasarkan The rule of law harus memenuhi tiga unsur yaitu:
1. Supremasi aturan hukum (supremacy of the law), artinya yang berdaulat atau yang mempunyai kekuasaan tertinggi adalah hukum.
2. Kedudukan yang sama di depan hukum (equality before the law), artinya setiap orang tanpa memandang statusnya mempunyai derajat yang sama dalam menghadapi hukum.
3. Terjaminnya hak-hak asasi manusia dalam undang-undang atau UUD.
Dalam perkembangan selanjutnya, konsep The Rule of Law tidak hanya sebatas pada apa yang dikemukakan oleh Dicey, tetapi diperluas meliputi berbagai aspek kehidupan seperti hak politik, ekonomi, dan sosial. Menurut komisi para ahli hukum Internasional (International Commission of Jurists) dalam konferensinya di Bangkok 1965, bahwa pemerintah yang demokratis di bawah rule of law harus memenuhi syarat-syarat:
1. adanya perlindungan konstitusional;
2. adanya pemilihan umum yang bebas;
3. adanya badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak;
4. adanya kebebasan untuk menyatakan pendapat;
5. adanya kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi;
6. adanya pendidikan kewarganegaraan (civic education).
Dengan memperhatikan perkembangan negara hukum jaman sekarang ini, Jimly Asshiddiqie (2006) merumuskan dua belas prinsip pokok negara hukum yang merupakan pilar-pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya Negara hukum modern. Mari kita simak kedua belas prinsip tersebut!
1. Supremasi Hukum ( Supremacy of law);
2. Persamaan dalam Hukum ( Equality before the law);
3. Asas Legalitas ( Due Process of law );
4. Pembatasan kekuasaan;
5. Organ-organ pemerintahan yang Independen;
6. Peradilan bebas dan tidak memihak;
7. Peradilan Tata Usaha Negara;
8. Peradilan Tata Negara ( Constitutional Court);
9. Perlindungan Hak Asasi Manusia;
10. Bersifat Demokratis ( Democratische Rechtsstaat );
11. Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara (welfare rechsstaat);
12. Tranparansi dan kontrol sosial;
selanjutnya : Perlindungan dan Penegakan HAM melalui Pembentukan Lembaga
Seorang filosof Rumawi kuno yang bernama Cicero (106 – 43 SM) pernah menyatakan “Ubi societas ibi ius”, yang berarti “dimana ada masyarakat di situ ada hukum”. Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa setiap manusia dimanapun berada selalu terikat oleh aturan atau norma kehidupan. Setiap aktivitas manusia baik pemerintah maupun rakyat terikat oleh aturan atau hukum. Hukum dibuat untuk dijadikan sebagai pedoman dalam menjalankan aktivitas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Jika setiap orang (baik pemerintah atau rakyat) yang melakukan pelanggaran hukum diberi sanksi sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, maka negara tersebut dapat dikatakan negara hukum.
Rumusan negara hukum yang dikemukakan para ahli berbeda-beda, hal ini disebabkan perbedaan azas negara hukum yang dianut maupun karena kondisi masyarakat dan zaman pada waktu perumusan negara hukum itu ditampilkan. Menurut B.R. Saragih negara hukum ialah negara dimana tindakan pemerintah maupun rakyatnya didasarkan atas hukum untuk mencegah adanya tindakan sewenang-wenang dari pihak pemerintah (penguasa) dan tindakan rakyat yang dilakukan menurut kehendaknya sendiri.
1. semua alat-alat perlengkapan Negara, khususnya alat-alat perlengkapan dari pemerintah dalam tindakan-tindakannya baik terhadap warga negara maupun dalam saling berhubungan masing-masing tidak boleh sewenang-wenang, melainkan harus memperhatikan peraturan-peraturan hukum yang berlaku; dan
2. semua orang-orang penduduk dalam hubungan kemasyarakatan harus tunduk pada peraturan-peraturan hukum yang berlaku.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa negara hukum adalah negara yang segala kegiatan untuk menyelenggarakan pemerintahannya didasarkan atas hukum yang berlaku di negara tersebut dan apabila dilanggar akan mendapat sanksi hukum. Demikian pula rakyat sebagai anggota negara harus tunduk pada hukum dan apabila tindakannya melanggar hukum dapat diminta pertanggungjawaban secara hukum. Dalam negara hukum, rakyat dan pejabat (pemerintah) dalam menyelenggarakan tugas-tugasnya tidak boleh sewenang-wenang tetapi mesti berdasarkan hukum yang telah disepakati rakyat atau lembaga yang mewakili rakyat. Dengan demikian, Hakekat Negara hukum yaitu segala tindakan penguasa dan rakyat harus berdasarkan pada hukum, menjunjung tinggi hukum, dan berani mempertanggungjawabkan segala tindakannya secara hukum.
Persoalan kita sekarang, apakah negara kita merupakan negara hukum? Para pendiri negara (the founding fathers) ternyata sudah memikirkan gagasan konsep negara hukum sebelum kemerdekaan, yang kemudian dirumuskan dengan tegas dalam Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950. Apakah dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdapat rumusan yang menegaskan bahwa negara kita merupakan negara hukum? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita kaji beberapa ketentuan dalam UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 antara lain sebagai berikut.
baca juga : Lembaga Lembaga Penegak Hukum
1. Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat (3))
2. Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tiada kecualinya”.
3. Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD (pasal 4 ayat (1)).
Para ahli hukum menggunakan istilah negara hukum yang berbeda-beda. Para ahli hukum Eropa Kontinental (antara lain Jerman) menggunakan istilah Rechtsstaat, sedangkan di negara Anglo Saxon (antara lain Inggris) menggunakan istilah The Rule of Law. Istilah rechtsstaat mulai populer di Eropa sejak abad XIX, sedangkan istilah the rule of law mulai populer dengan terbitnya sebuah buku ”Introduction to the study of the law of the constitution” yang ditulis A.V.Dicey (1885).
Bagaimanakah perbedaan kedua konsep negara hukum tersebut?. Untuk mengetahui perbedaan keduanya, simaklah uraian berikut.
1. Dilihat dari perkembangannya, konsep rechtsstaat lahir dari suatu perjuangan menentang absolutisme sehingga sifatnya revolusioner, sedangkan konsep the rule of law berkembang secara evolusioner.
2. Dilihat dari sitem hukum yang menopangnya, konsep rechtsstaat bertumpu atas sistem hukum kontinental yang disebut Civil Law atau Modern Roman Law, sedangkan konsep the rule of law bertumpu atas sistem hukum yang disebut Common Law.
3. Karakteristik Civil Law adalah administratif, sedangkan karakteristik Common Law adalah judicial.
Menurut Jimly Asshiddiqie (2005), ide negara hukum selain berkaitan dengan konsep rechtsstaat dan the rule of law, juga berkaitan dengan konsep nomocracy yang berasal dari kata nomos berarti norma, dan cratos yang berarti kekuasaan. Hal ini mengandung arti bahwa sebagai faktor penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah norma atau hukum. Dengan demikian, isitlah nomokrasi itu berkaitan erat dengan ide kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai keuasaan tertinggi.
Selain dipengaruhi oleh kedua konsepsi negara hukum tersebut, negara hukum di negara kita memiliki ciri khas sesuai filsapat dan budaya bangsa kita. Oemar Seno Adji menjelaskan bahwa negara hukum Indonesia memiliki ciri-ciri khas Indonesia. Pancasila harus diangkat sebagai dasar pokok dan sumber hukum, maka negara hukum Indonesia dapat dinamakan negara hukum Pancasila. Salah satu ciri pokoknya adalah adanya jaminan terhadap kebebasan beragama (freedom of religion) dalam konotasi yang positif. Artinya tiada tempat bagi ateisme atau propaganda anti agama. Ciri berikutnya adalah tiadanya pemisahan yang rigid dan mutlak antara agama dan negara. Sementara Padmo Wahyono menyatakan, bahwa negara hukum Pancasila bertitik pangkal pada asas kekeluargaan sebagaimana tercantum dalam UUD 1945.
Konsepsi negara hukum ternyata mengalami perkembangan sesuai dengan dinamika tuntutan jaman yang semakin berkembang. Pada abad ke-19, muncul konsepsi negara hukum dari Immanuel Kant yang kemudian disebut negara hukum dalam arti sempit. Dalam negara hukum dalam arti sempit, negara dianggap dan berfungsi sebagai negara penjaga malam (Nachtwachterstaat), yakni negara akan bertindak apabila terjadi pelanggaran terhadap hak-hak manusia atau ketertiban dan keamanan terancam. Oleh karena itu, fungsi negara bersifat pasif dan tidak aktif menyejahterakan rakyat, yang berarti bahwa menyejahterakan rakyat bukan merupakan tugas negara tetapi tugas masing-masing individu.
Pada abad ke-20 muncul gagasan bahwa negara atau pemerintah harus bertanggungjawab atas kesejahteraan rakyat, sehingga negara harus aktif dan turut campur dalam mengatur kehidupan ekonomi dan sosial. Negara yang turat campur dan aktif dalam menyejahterakan masyarakat dikenal dengan sebutan negara hukum dalam arti luas atau negara hukum materiil atau disebut juga welfarestate (negara kesejahteraan). Dengan demikian dalam negara hukum materiil, negara berfungsi bukan hanya menjaga hukum dan ketertiban tetapi juga aktif menyejahterakan rakyat. Dalam negara hukum dalam arti luas, fungsi negara bukan sebagai penjaga malam, tetapi negara berfungsi sebagai pemberi pelayanan kepada masyarakat (social service state).
Para ahli hukum Eropa Kontinental dan Anglo Saxon memandang bahwa suatu negara dapat dikatakan negara hukum apabila memenuhi persyaratan atau unsur-unsur tertentu. Unsur-unsur negara hukum (rechtsstaat) menurut pendapat F.J. Stahl (Eropa Kontinental) adalah sebagai berikut:
1. adanya jaminan hak asasi manusia:
2. adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan.
3. pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan;
4. adanya peradilan administrasi.
baca juga : Hak Dan Kewajiban Warga Negara Indonesia
Unsur-unsur negara hukum menurut Stahl tidak sama dengan pendapat Dicey. Menurut Dicey negara yang berdasarkan The rule of law harus memenuhi tiga unsur yaitu:
1. Supremasi aturan hukum (supremacy of the law), artinya yang berdaulat atau yang mempunyai kekuasaan tertinggi adalah hukum.
2. Kedudukan yang sama di depan hukum (equality before the law), artinya setiap orang tanpa memandang statusnya mempunyai derajat yang sama dalam menghadapi hukum.
3. Terjaminnya hak-hak asasi manusia dalam undang-undang atau UUD.
Dalam perkembangan selanjutnya, konsep The Rule of Law tidak hanya sebatas pada apa yang dikemukakan oleh Dicey, tetapi diperluas meliputi berbagai aspek kehidupan seperti hak politik, ekonomi, dan sosial. Menurut komisi para ahli hukum Internasional (International Commission of Jurists) dalam konferensinya di Bangkok 1965, bahwa pemerintah yang demokratis di bawah rule of law harus memenuhi syarat-syarat:
1. adanya perlindungan konstitusional;
2. adanya pemilihan umum yang bebas;
3. adanya badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak;
4. adanya kebebasan untuk menyatakan pendapat;
5. adanya kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi;
6. adanya pendidikan kewarganegaraan (civic education).
Dengan memperhatikan perkembangan negara hukum jaman sekarang ini, Jimly Asshiddiqie (2006) merumuskan dua belas prinsip pokok negara hukum yang merupakan pilar-pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya Negara hukum modern. Mari kita simak kedua belas prinsip tersebut!
1. Supremasi Hukum ( Supremacy of law);
2. Persamaan dalam Hukum ( Equality before the law);
3. Asas Legalitas ( Due Process of law );
4. Pembatasan kekuasaan;
5. Organ-organ pemerintahan yang Independen;
6. Peradilan bebas dan tidak memihak;
7. Peradilan Tata Usaha Negara;
8. Peradilan Tata Negara ( Constitutional Court);
9. Perlindungan Hak Asasi Manusia;
10. Bersifat Demokratis ( Democratische Rechtsstaat );
11. Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara (welfare rechsstaat);
12. Tranparansi dan kontrol sosial;
selanjutnya : Perlindungan dan Penegakan HAM melalui Pembentukan Lembaga
0 komentar:
Posting Komentar