Demokrasi Berdasarkan Pancasila | Biasa Membaca -->

Demokrasi Berdasarkan Pancasila

Secara etimologis, demokrasi berasal dari kata demos dan kratos. Demos berarti rakyat, sedangkan kratos berarti kekuasaan atau berkuasa. Abraham Lincoln mengatakan bahwa demokrasi adalah the goverment from the people, by the people, and for the people, yang berarti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. 

Hampir setiap negara memaknai demokrasi sebagai pemerintahan rakyat. Namun dalam implementasinya bisa berbeda-beda tergantung pada asas-asas atau ideologi yang digunakan negara itu. Dengan demikian asas yang melandasi demokrasi pada setiap negara dimungkinkan tidak sama. 

Bangsa Indonesia memiliki nilai, prinsip hidup, budaya dan watak yang berbeda dengan bangsa lain yang dikenal dengan istilah kepribadian bangsa Indonesia. Para pendiri negara (the founding fathers) telah berhasil mengidentifikasi kepribadian bangsa Indonesia yang kemudian dirumuskan dalam suatu pandangan hidup yaitu Pancasila. 

Pancasila yang telah dirumuskan para pendiri negara memiliki fungsi pokok sebagai pandangan hidup bangsa dan sebagai dasar negara. Sebagai pandangan hidup, Pancasila berfungsi sebagai pedoman bersikap dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila sebagai pandangan hidup tidak bersifat imperatif (memaksa) tetapi merupakan kewajiban moral. Sedangkan Pancasila sebagai dasar negara berfungsi sebagai pedoman dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, dan sebagai sumber dari segala sumber hukum. Pelaksanaan Pancasila sebagai dasar negara bersifat imperatif dan jika dilanggar akan mendapat sanksi. 

Pancasila mengandung nilai-nilai yang penting dan berguna bagi kehidupan manusia baik sebagai mahluk pribadi maupun sebagai mahluk sosial dan sebagai warga negara. Berkaitan dengan masalah nilai, dapat dikatakan bahwa nilai-nilai Pancasila mempunyai sifat objektif dan subjektif. Mengapa dikatakan memiliki sifat subjektif? Oleh karena Pancasila merupakan hasil perenungan dan pemikiran bangsa Indonesia. Menga­pa nilai Pancasila dikatakan bersifat objektif? Oleh karena nilai-moral Pancasila sesuai dengan kenyataan (objeknya) dan bersifat universal yang diterima oleh bangsa-bangsa beradab. Coba Saudara perhatikan, negara mana/ideologi mana yang menentang nilai-nilai Pancasila. Sedangkan paham liberal-individual selalu ditentang oleh paham sosialis, dan sebaliknya seringkali paham sosialis ditentang oleh liberalisme/ individualisme. Oleh karena memiliki nilai yang objektif-universal dan diyakini kebenarannya oleh bangsa Indonesia maka Pancasila selalu dipertahankan sebagai dasar negara meskipun Undang-undang Dasar (konstitusi) berganti-ganti (dari UUD 1945 ke konstitusi RIS 1949 ke UUDS 1950 dan kembali ke UUD 1945 ). 
Sampai disini sudahkah Saudara mengetahui nilai-nilai Pancasila itu terma­suk kategori nilai apa? Untuk menjawab pertanyaan itu, baiklah kita kaji pembagian nilai menurut pendapat Notonagoro dalam Dardji Darmodihardjo, dkk (1978:51) sebagai berikut.

1. Nilai materiel, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur manusia;
2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas;
3. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. 

Nilai Kerohanian itu sendiri dapat dibedakan atas:
a. Nilai kebenaran/kenyataan yang bersumber pada akal/rasio manusia;
b. Nilai keindahan, yang bersumber pada unsur rasa manusia;
c. Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersum­ber pada unsur kehendak/kemauan manusia; dan 
d. Nilai religius yang bersumber pada kepercayaan/keyakinan manusia.

Dengan demikian, berdasarkan penggolongan tersebut maka nilai-nilai Pancasila termasuk golongan nilai kerohanian, tetapi nilai kerohanian yang mengakui pentingnya nilai materiel dan nilai vital secara seimbang (harmonis). Sebagai bukti coba Anda kaji susunan sila-sila Pancasila mulai dari sila pertama sampai kelima yang tersusun secara sistematis-hierarkis.

Pemahaman mengenai hakikat Pancasila merupakan suatu upaya penalaran rasional untuk memahami makna hakiki nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Republik Indonesia. Bagi bangsa dan negara Indonesia, hakikat dari Pancasila yaitu sebagai Pandangan Hidup bangsa dan sebagai Dasar Negara. Kedua penger­tian pokok tersebut seyogianya Anda pahami betul karena di samping sebagai pandangan hidup dan dasar negara, terdapat beberapa pengertian atau penyebutan lain yang dihubungkan dengan Pancasila, seperti:

1. Pancasila sebagai Jiwa Bangsa Indonesia; 
2. Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia, yaitu ciri khas yang dapat dibedakan dengan bangsa lain; 
3. Pancasila sebagai Sumber dari segala sumber hukum dalam kehidupan bernegara Republik Indonesia, 
4. Pancasila sebagai Perjanjian luhur Bangsa Indonesia pada waktu mendirikan negara. Selain itu, Pancasila disebut sebagai 
5. cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia; serta 
6. sebagai Falsafah hidup yang mempersatukan Bangsa Indonesia.

Pengertian atau penyebutan tersebut tidaklah salah bahkan merupakan kekayaan akan makna Pancasila bagi bangsa Indonesia. Tetapi berbagai penyebutan tersebut pada dasarnya harus dikemba­likan pada pengertian dan fungsi pokok Pancasila yaitu sebagai Pandangan hidup bangsa dan dasar negara Indonesia. Mengapa demikian? Oleh karena kadang-kadang berbagai pengertian/penyebutan tersebut dapat mengaburkan hakikat Pancasila itu sendiri. Sebagai contoh misalnya Pancasila dikata­kan sebagai "alat Pemersatu Bangsa", yang sengaja diberi penger­tian yang salah oleh Aidit (tokoh PKI), yaitu apabila bangsa Indone­sia telah bersatu maka dasar negara Pancasila dapat diganti dengan ideologi lain (komunisme) (Dardji Darmodihardjo, dkk, 1978).
Para ahli di antaranya Notonagoro, Dardji Darmodihardjo, dan Hazairin berpendapat bahwa sila-sila dalam Pancasila merupakan rangkaian kesatuan dan kebulatan yang tidak terpisahkan karena tiap sila mengandung empat sila lainnya. Kesatuan dan kebulatan tersebut sebagai berikut.

1. Sila I : Ketuhanan Yang Maha Esa, menjiwai dan meliputi sila II, III, IV, dan V.
2. Sila II : Kemanusiaan yang adil dan beradab, dijiwai dan diliputi sila I, menjiwai dan meliputi sila III, IV, dan V.
3. Sila III : Persatuan Indonesia, dijiwai dan diliputi sila I dan II, menjiwai dan meliputi sila IV dan V.
4. Sila IV : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan permusyawaratan/ perwakilan, dijiwai dan diliputi sila I,II, III, dan menjiwai dan meliputi sila V.
5. Sila V : Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dijiwai dan diliputi sila I,II,III, dan IV.

Secara sederhana, kesatuan dan kebulatan sila-sila Pancasila tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Selain itu, susunan sila-sila Pancasila bersifat sistematis hierarkhis yang mengandung arti bahwa kelima sila dalam Pancasila menunjukkan suatu rangkaian urutan yang bertingkat, dimana tiap-tiap sila mempunyai tempatnya sendiri yang tidak dapat dipindah-pindahkan. 

Pancasila merupakan hasil pemikiran bangsa Indonesia yang telah dirumuskan oleh BPUPKI dan kemudian disyahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Rumusan tersebut juga merupakan hasil kompromi atau musyawarah para pendiri negra yang mengedepankan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi atau golongan. 

Rumusan sila-sila Pancasila yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945) berasal dari rumusan Pancasila yang tercantum dalam Piagam Jakarta setelah diadakan beberapa perubahan. Sila pertama Pancasila dalam Piagam Jakarta berbunyi ” Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Dengan pertimbangan demi kepentingan bangsa dan negara, para tokoh Islam bersedia menghilangkan tujuh kata dan merubah sila pertama dengan rumusan ”Ketuhanan Yang Maha Esa”. 

Apa yang dilakukan para pendiri negara tersebut menunjukkan semangat kebangsaan yang tinggi untuk menjaga keutuhan bangsa dan negara serta kecintaan terhadap negara Indonesia yang telah merdeka. Semangat kebangsaan, menjaga keutuhan bangsa dan negara serta kecintaan terhadap tanah air, bangsa dan negara berkaitan dengan konsep bela negara. 

Sekalipun negara kita belum memiliki undang-undang yang khusus mengatur upaya bela negara, namun membela negara bukan hanya kewajiban TNI atau POLRI, tetapi merupakan hak dan sekaligus kewajiban setiap warga negara sebagaimana ditegaskan UUD 1945. Dalam Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 ditegaskan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Coba Anda bandingkan rumusan tersebut dengan rumusan Pasal 30 ayat (1)UUD 1945? Adakah perbedaan yang prinsipil antara kedua pasal tersebut? Pasal 30 ayat (1) menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.Dengan demikian, Pasal 30 ayat (1) berkaitan dengan upaya pertahanan dan keamanan negara, sedangkan Pasal 27 ayat (3) secara khusus mengatur tentang upaya pembelaan negara.

Aturan upaya bela negara ternyata diatur pula dalam undnag-undang nomor 3 tahun 2002 tentang pertahanan negara. Dalam penjelasannya ditegaskan bahwa upaya bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Perlu diingat bahwa usaha pembelaan negara tidak terbatas mengangkat senjata, tetapi meliputi berbagai sikap dan tindakan untuk melindungi keselamatan dan meningkatkan kesejahteraan warga negara. 
Ada beberapa alasan mengapa usaha pembelaan negara penting dilakukan oleh setiap warga negara Indonesia, diantaranya yaitu:

1. untuk mempertahankan negara dari berbagai ancaman;
2. untuk menjaga keutuhan wilayah negara;
3. merupakan panggilan sejarah;
4. merupakan kewajiban setiap warga negara.

Menurut Pasal 9 ayat (2) Undang-undang nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara diselenggarakan melalui:

1. Pendidikan kewarganegaraan;
2. Pelatihan dasar kemiliteran secara wajib;
3. Pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara suka rela atau secara wajib; dan
4. Pengabdian sesuai dengan profesi.

Berdasarkan uraian di atas, nampak bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan upaya bela negara. Berdasarkan Pasal 37 ayat (1) dan (2) UURI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa PKn merupakan salah satu materi/bahan kajian yang wajib dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan tinggi. Persoalan yang hendak kita telusuri adalah mengapa usaha pembelaan negara dapat diselenggarakan melalui pendidikan kewaganegaraan? 

Dalam penjelasan Pasal 37 ayat (1) UURI Nomor 3 Tahun 2003, dijelaskan bahwa pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Dari uraian di atas, jelas bahwa pembentukan rasa kebangsaan dan cinta tanah air peserta didik dapat dibina melalui pendidikan kewarganegaraan. 

Konsep rasa kebangsaan dan cinta tanah air sangat berkaitan dengan makna upaya bela negara. Perhatikan kalimat “ ..dijiwai oleh kecintaannya kepada negara kesatuan RI ..” pada definisi upaya bela negara yang telah diungkapkan di atas. Kalimat kecintaan kepada negara kesatuan Republik Indonesia merupakan realisasi dari konsep nasionalisme (rasa kebangsaan) dan cinta tanah air (patriotisme). Sedangkan kecintaan kepada tanah air dan kesadaran berbangsa merupakan ciri kesadaran dalam bela negara. Darmawan (2004) menegaskan bahwa konsep bela negara adalah konsepsi moral yang diimplementasikan dalam sikap, perilaku dan tindakan warga negara yang dilandasi oleh : cinta tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara, keyakinan kepada Pancasila sebagai ideologi negara, dan kerelaan berkorban untuk bangsa dan negara Indonesia. Dengan demikian, dalam kaitannya dengan bela negara, pendidikan kewarganegaraan merupakan wahana untuk membina kesadaran peserta didik ikut serta dalam pembelaan negara. 

Selain itu, dapat kita lihat dengan menelusuri ketentuan yuridis penjelasan Pasal 9 ayat (2)a Undang-Undang Republik Indonesia nomor 3 Tahun 2002 yang berbunyi “dalam pendidikan kewarganegaraan sudah tercakup pemahaman tentang kesadaran bela negara.” Hal ini bermakna bahwa salah satu cara untuk memperoleh pemahaman tentang kesadaran bela negara dapat ditempuh dengan mengikuti pendidikan kewarganegaraan. 

Darmawan (2004) menegaskan bahwa pendidikan kewarganegaraan, di samping mengajarkan hak dan kewajiban warga negara, sudah tercakup di dalamnya pemahaman tentang kesadaran bela negara untuk pertahanan negara. Kemudian beliau menegaskan bahwa kewajiban memuat pendidikan kewarganegaraan dalam kurikulum pendidikan dasar, menengah dan tinggi merupakan wujud dari keikutsertaan warga negara dalam usaha pembela an negara dalam rangka penyelenggaraan pertahanan negara. 

Dengan demikian, pembinaan kesadaran bela negara melalui pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membina dan meningkatkan usaha pertahanan negara. Malik Fajar (2004) menegaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan mendapat tugas untuk menanamkan komitmen kebangsaan, termasuk mengembangkan nilai dan perilaku demokratis dan bertanggung jawab sebagai warga negara Indonesia.

selanjutnya : Demokrasi Dengan Sistem Referendum Dan Inisiatif Rakyat

Demokrasi Berdasarkan Pancasila Rating: 4.5 Diposkan Oleh: khadhika

0 komentar:

Posting Komentar

BERLANGGANAN GRATIS

Silahkan masukan e-mail anda untuk mendapatkan kiriman materi pelajaran terbaru dari biasamembaca.blogspot.com gratis langsung ke e-mail anda

Dikirim oleh biasamembaca.com