Makna Nilai Sebagai Titik Tolak | Biasa Membaca -->

Makna Nilai Sebagai Titik Tolak

Makna Nilai Sebagai Titik Tolak
Nilai merupakan tema baru dalam filsafat; aksiologi, cabang filsafat yang mempelajarinya, muncul untuk yang pertama kalinya pada paruh abad ke- 19.Plato telah membahas secara mendalam dalm karyanya, bahwa keindahan, kebaikan, dan kekudusan merupakan tema yang penting bagi para pemikir disepanjang zaman.

Sementara itu, minat untuk mempelajari keindahan, belum hilang sama sekali keindahan, sebagaimana yang Nampak dewasa ini sebagai salah satu perwujudan dari cara pandang yang khas terhadap dunia, sebuah cara yang disebut dengan nilai. Penemuan ini merupakan salah satu penemuan yang penting dalam filsafat dewasa ini, dan secara mendasar mengandung arti perbedaan antara ada (being) dengan nilai ( value). Baik pada zaman kuno maupun pada zaman modern. (Frondizi, 2001 : 1- 2).

Kita katakan bahwa nilai itu tidak ada untuk dirinya sendiri, setidak-tidaknya didunia ini; ia membutuhkan pengemban untuk “ berada”. Oleh karena itu, nilai nampak pada kita seolah-olah hanya merupakan kualitas dari pengemban nilai ini; Keindahan dari sebuah lukisan, kebagusan dari sepotong kain, kegunaan dari sebuah peralatan. Sekalipun demikian, jika kita mengamati sebuah lukisan, kita akan melihat bahwa kualitas penilaian berbeda dengan kualitas yang lain.

Ciri khas dasar lain dari nilai adalah polaritas. Sedangkan benda itu ada sebagaimana adanya, nilai seolah-olah menampilkan dirinya dengan disingkapkan, dalam salah satu aspek positif dan dalam aspek negatif yang sesuai.Jadi, kejelekan lawannya keindahan; jahat lawannya baik; tidak adil lawannya adil, dan sebagainya.Jangan dipikirkan bahwa disvalue atau nilai negatif mengandung arti ketidakberadaan nilai positif semata-mata; nilai negatif ada melalui dirinya sendiri, “secara positif”, dan bukan karena ketidak beradaan nilai positif. “kejelekan” sama efektifnya dalam penampakan “keindahan”; kita menemuinya secara kebetulan di setiap saat. Hal yang sama dapat dikatakan untuk nilai negatif yang lain, seperti ketidakadilan, ketidakenakan, ketidaksetiaan, dan sebagainya.

Seringkali dikatakan bahwa polaritas berarti perpecahan dengan ketidakacuhan. Dalam kehadiran objek dunia fisik kita dapat menjadi tidak acuh. Sebaliknya, saat mengikat dirinya dengan objek, ketidak acuhan seperti itu mustahil; reaksi kita – dan nilai yang sesuai – akan menjadi nilai positif atau negatif, nilai yang diterima atau ditolak. Tidak ada karya seni yang bersifat netral; juga tidak ada seorang penonton yang dapat menjadi tidak acuh ketika dia mendengarkan simfoni, membaca puisi, atau melihat lukisan.

Selain itu, nilai tersusun secara hierarkis, yakni ada nilai yang lebih tinggi dan ada nilai yang lebih rendah. Susunan hierarkis nilai janganlah dikacaukan dengan klasifikasinya. Klasifikasi tidak mesti berarti urutan pentingnya. Orang mungkin membagi manusia menjadi yang gemuk dengan yang kurus, yang tinggi dengan yang pendek, yang belum kawin dengan yang sudah kawin, dan sebagainya. Tanpa perlu memengartikan bahwa kelompok satu lebih penting dari kelompok lain. Sebaliknya, nilai terjadi dalam urutan pentingnya, atau sesuai dengan tabel nilai. Hierarki ditujukan oleh preferensi: pada ada (being) dihadapkan dengan dua nilai, seseorang bisaanya akan “lebih senang” pada yang tertinggi dari dua nilai tersebut, mungkin adakalanya dia “memilih” nilai yang lebih rendah karena motivasi tidak langsung.

Nilai adalah makna yang ada dibelakang fenomena kehidupan. Dapat pula dikatakan bahwa nilai makna yang mendahului fenomena kehidupan itu. Ketika nilai berubah, fenomena dapat mengikuti perubahan nilai. Demikian pula, jika fenomena kehidupan itu berubah, maka nilai cenderung menyertainya. Keadaan itu tejadi karena salah satu cara mengamati nilai dapat dilalui dengan mencemati fenomena yang lahir dari kehidupan.

Diyakini bahwa kehidupan manusia saat ini sudah jauh berubah dari kehidupan masyarakat sebelumnya. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) telah membawa manusia kedalam kehidupan modern yang serba hedonistic. Perkembangan yang demikian pesat itu sering membuat sebagian umat manusia, terutama di negara berkembang mendadak kaget (chaught by surprise).

Pencarian hakikat nilai seperti itu kiranya pada masa sekarang ini sudah sangat sulit untuk dicari, manusia sejati menjadi “species langka”, kalaupun didapat hanya sekedar baju luarnya saja, atau dengan kata lain hanya sebagai fakta eksoterik-nya saja. Mencari manusia sejati yang sarat dengan nilai kebajikan, ibarat mencari jarum diantara padang sahara. Dengan demikian, salah satu langkah penting dari keberadaan kita saat ini adalah bagaimana menciptakan kembali pembinaan nilai-nilai budi pekerti bangsa dengan keteladanan yang paripurna sesuai dengan tujuan pendidikan umum memanusiakan manusia menjadi manusia yang kaffah.

Jika dipahami dengan seksama bahwa alam ini memiliki tiga “ harta karun” yang bersifat melindungi dan mendukung, pertama adalah “kasih sayang”; dengan kasih sayang seseorang menjadi berani. Kedua adalah “ sikap yang tidak berlebihan”; dengan sikap ini orang akan menjadi lebih berharga. Ketiga adalah “ berani untuk tidak menonjolkan diri”; dengan berani untuk tidak menonjolkan diri seseorang akan menjadi rendah hati.

Karena orang yang berani tetapi tanpa kasih sayang atau menjadi berharga tetapi sikap berlebihan atau ingin paling menonjol tanpa dapat dicegah pasti akan dicelakakan oleh alam dan lingkungannya.

Makna Nilai Sebagai Titik Tolak Rating: 4.5 Diposkan Oleh: khadhika

0 komentar:

Posting Komentar

BERLANGGANAN GRATIS

Silahkan masukan e-mail anda untuk mendapatkan kiriman materi pelajaran terbaru dari biasamembaca.blogspot.com gratis langsung ke e-mail anda

Dikirim oleh biasamembaca.com