Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat dikemukakan kembali bahwa nilai itu adalah rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan. Sejalan dengan definisi itu maka yang dimaksud dengan hakikat dan makna nilai adalah berupa norma, etika, peraturan, undang-undang, adat kebiasaan, aturan agama dan rujukan lainnya yang memiliki harga dan dirasakan berharga bagi seseorang dalam menjalani kehidupanya. Nilai bersifat abstrak, berada dibalik fakta, memunculkan tindakan, terdapat dalam moral seseorang, muncul sebagai ujung proses psikologis, dan berkembang kearah yang lebih kompleks.
Kattsoff (Soemargono,2004: 323) mengungkapkan bahwa hakekat nilai dapat dijawab dengan tiga macam cara: Pertama, nilai sepenuhnya berhakekat subyektif, tergantung kepada pengalaman manusia pemberi nilai itu sendiri. Kedua, nilai merupakan kenyataan-kenyataan ditinjau dari segi ontologi, namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu.
Nilai-nilai tersebut merupakan esensi logis dan dapat diketahui melalui akal. Ketiga, nilai-nilai merupakan unsur-unsur objektif yang menyusun kenyataan
Sementara Sadulloh (2004:36) mengemukakan tentang hakikat nilai berdasarkan teori-teori sebagai berikut: menurut teori voluntarisme mereka menyatakan bahwa nilai adalah suatu pemuasan terhadap keinginan atau kemauan, menurut kaum hedonisme hakikat nilai adalah “Pleasure” atau kesenangan, sedangkan menurut formalisme, nilai adalah sesuatu yang dihubungkan pada akal rasional. Dan menurut fragmatisme, nilai itu baik apabila memenuhi kebutuhan dan nilai instrumental yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Mengenai makna nilai, Kattsoff mengatakan, bahwa nilai menpunyai beberapa macam makna. Rumusan yang bisa penulis kemukakan tentang makna nilai itu adalah bahwa sesuatu itu harus mengandung nilai (berguna), merupakan nilai (baik, benar, atau indah), mempunyai nilai artinya merupakan objek keinginan, mempunyai kualitas yang dapat menyebabkan orang mengambil sikap ‘menyetujui’ atau mempunyai sifat nilai tertentu, dan memberi nilai, yang berarti menanggapi sesuatu sebagai hal yang diinginkan atau sebagai hal yang menggambarkan nilai tertentu.
Berdasarkan tipenya, nilai dapat dibedakan antara nilai instrinsik dan nilai instrumental. Nilai instrinsik merupakan nilai akhir yang menjadi tujuan, sedangkan nilai instrumental adalah sebagai alat untuk instrinsik. Nilai instrinsik adalah nilai yang memiliki harga dalam dirinya, dan merupakan tujuan sendiri. Sebagai contoh seorang yang melakukan ibadah Shalat memiliki nilai instrinsik dan instumental. Nilai instrinsiknya adalah perbuatan yang sangat luhur dan terpuji sebagai salah satu pengabdian kepada Allah swt, nilai instrumennya dengan melakukan ibadah Shalat secara Ikhlas dapat mencegah orang untuk berbuat jahat dan menjauhi larangan Allah swt.
Terdapat beberapa hal yang menjadi kriteria nilai, yaitu sesuatu yang menjadi ukuran dari nilai tersebut, apakah bernilai baik atau buruk. Status metafisika nilai adalah bagaimana nilai itu berhubungan secara realitas. Sadulloh (2004:23) mengungkapkan bahwa objektivisme nilai itu berdiri sendiri, namun bergantung dan berhubungan dengan pengalaman manusia. Pemahaan terhadap nilai jadi berbeda satu sama lainnya. Menurut objektivisme logis nilai itu suatu wujud, suatu kehidupan logis yang tidak terkait dengan kehidupan yang tidak dikenalnya, namun tidak memiliki status dan gerak dalam kenyataan. Menurut objektivisme metafisik nilai adalah suatu yang lengkap, objektif, dan merupakan bagian aktif dari realitas metafisik.
Menurut para ahli ekonomi nilai dipandang secara material yang berkaitan dengan jumlah nominal dari nilai uang atau barang, berbeda dengan ilmu-ilmu behavioral lebih mempertimbangkan pentingnya nilai-nilai perilaku (behavioral values).
Kattsoff (Soemargono,2004: 323) mengungkapkan bahwa hakekat nilai dapat dijawab dengan tiga macam cara: Pertama, nilai sepenuhnya berhakekat subyektif, tergantung kepada pengalaman manusia pemberi nilai itu sendiri. Kedua, nilai merupakan kenyataan-kenyataan ditinjau dari segi ontologi, namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu.
Nilai-nilai tersebut merupakan esensi logis dan dapat diketahui melalui akal. Ketiga, nilai-nilai merupakan unsur-unsur objektif yang menyusun kenyataan
Sementara Sadulloh (2004:36) mengemukakan tentang hakikat nilai berdasarkan teori-teori sebagai berikut: menurut teori voluntarisme mereka menyatakan bahwa nilai adalah suatu pemuasan terhadap keinginan atau kemauan, menurut kaum hedonisme hakikat nilai adalah “Pleasure” atau kesenangan, sedangkan menurut formalisme, nilai adalah sesuatu yang dihubungkan pada akal rasional. Dan menurut fragmatisme, nilai itu baik apabila memenuhi kebutuhan dan nilai instrumental yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Mengenai makna nilai, Kattsoff mengatakan, bahwa nilai menpunyai beberapa macam makna. Rumusan yang bisa penulis kemukakan tentang makna nilai itu adalah bahwa sesuatu itu harus mengandung nilai (berguna), merupakan nilai (baik, benar, atau indah), mempunyai nilai artinya merupakan objek keinginan, mempunyai kualitas yang dapat menyebabkan orang mengambil sikap ‘menyetujui’ atau mempunyai sifat nilai tertentu, dan memberi nilai, yang berarti menanggapi sesuatu sebagai hal yang diinginkan atau sebagai hal yang menggambarkan nilai tertentu.
Berdasarkan tipenya, nilai dapat dibedakan antara nilai instrinsik dan nilai instrumental. Nilai instrinsik merupakan nilai akhir yang menjadi tujuan, sedangkan nilai instrumental adalah sebagai alat untuk instrinsik. Nilai instrinsik adalah nilai yang memiliki harga dalam dirinya, dan merupakan tujuan sendiri. Sebagai contoh seorang yang melakukan ibadah Shalat memiliki nilai instrinsik dan instumental. Nilai instrinsiknya adalah perbuatan yang sangat luhur dan terpuji sebagai salah satu pengabdian kepada Allah swt, nilai instrumennya dengan melakukan ibadah Shalat secara Ikhlas dapat mencegah orang untuk berbuat jahat dan menjauhi larangan Allah swt.
Terdapat beberapa hal yang menjadi kriteria nilai, yaitu sesuatu yang menjadi ukuran dari nilai tersebut, apakah bernilai baik atau buruk. Status metafisika nilai adalah bagaimana nilai itu berhubungan secara realitas. Sadulloh (2004:23) mengungkapkan bahwa objektivisme nilai itu berdiri sendiri, namun bergantung dan berhubungan dengan pengalaman manusia. Pemahaan terhadap nilai jadi berbeda satu sama lainnya. Menurut objektivisme logis nilai itu suatu wujud, suatu kehidupan logis yang tidak terkait dengan kehidupan yang tidak dikenalnya, namun tidak memiliki status dan gerak dalam kenyataan. Menurut objektivisme metafisik nilai adalah suatu yang lengkap, objektif, dan merupakan bagian aktif dari realitas metafisik.
Menurut para ahli ekonomi nilai dipandang secara material yang berkaitan dengan jumlah nominal dari nilai uang atau barang, berbeda dengan ilmu-ilmu behavioral lebih mempertimbangkan pentingnya nilai-nilai perilaku (behavioral values).
0 komentar:
Posting Komentar