Perubahan UUD 1945 dan Lembaga-Lembaga Negara Setelah Perubahan UUD Negara RI Tahun 1945 | Biasa Membaca -->

Perubahan UUD 1945 dan Lembaga-Lembaga Negara Setelah Perubahan UUD Negara RI Tahun 1945

Istilah lain dari kata perubahan yang sering digunakan adalah amandemen. Kata amandemen berasal dari bahasa Inggris yaitu “amendment”, yang berarti perubahan atau to amend, to alter dan to revise. Dalam bahasa Indonesia perubahan berasal dari kata “ubah” yang mendapat awalan Per- dan akhiran -an.
Secara etimologis, kata “perubahan” berarti hal (keadaan) berubah, peralihan, pergantian atau pertukaran. Perubahan ini dapat berupa pencabutan (repeal), penambahan (addition) dan perbaikan (revision). Istilah lain perubahan adalah pembaruan (reform). Jadi “perubahan konstitusi” dapat juga mencakup 2 pengertian yaitu :

1. amandemen konstitusi (constitutional amendement)
2. pembaruan konstitusi (constitutional reform).

Namun demikian secara khusus, dilihat dari segi sistem dan bentuk perubahan konstitusi secara teori, istilah amandemen konstitusi memiliki makna tersendiri untuk membedakannya dengan sistem perubahan konstitusi lain. Secara umum sistem yang dianut oleh negara-negara dalam mengubah konstitusinya dapat digolongkan ke dalam 2 sistem perubahan yaitu :

baca juga : Unsur-unsur Terbentuknya Negara

Pertama, jika suatu konstitusi diubah, maka yang berlaku adalah konstitusi yang baru secara keseluruhan, sehingga tidak ada lagi kaitannya dengan konstitusi yang lama. Sistem ini masuk ke dalam katagori constitutional reform (pembaruan konstitusi). Sistem ini dianut hampir semua negara di dunia, di antaranya Belanda, Jerman dan Perancis.

Kedua, sistem perubahan konstitusi di mana konstitusi yang asli tetap berlaku, sementara bagian perubahan atas konstitusi tersebut merupakan adendum atau sisipan dari konstitusi tadi. Dengan kata lain bagian yang diamandemen menjadi bagian dari konstitusinya. Sistem perubahan ini dianut di Amerika Serikat dan Republik Indonesia mulai dari perubahan tahun 1999 hingga tahun 2002. Dengan demikian, jelaslah bahwa MPR melakukan perubahan UUD 1945 dengan cara Adendum, yang berarti naskah perubahan UUD 1945 diletakan melekat pada naskah asli UUD 1945.

Perubahan UUD 1945 yang telah dilakukan tahun 1999-2002 berpedoman pada dasar yuridis yaitu pasal 37 UUD 1945. Pasal 37 UUD 1945 mengatur tentang syarat dan prosedur perubahan UUD 1945. Rumusan Pasal 37 tersebut selengkapnya sebagai berikut.
1. Usul perubahan pasal-pasal UUD, dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR;

2. Setiap usul perubahan pasal-pasal UUD, diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya;
3. Untuk mengubah pasal-pasal UUD, sidang MPR dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR;

4. Putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50% ditambah 1 anggota dari seluruh anggota MPR;
5. Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.

Perubahan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh hal-hal berikut:

1. UUD 1945 membentuk struktur ketatanegaraan yang bertumpu pada kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat;

2. UUD 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada pemegang kekuasaan eksekutif (Presiden);

3. UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu “luwes” sehingga dapat menimbulkan multitafsir;

4. UUD 1945 terlalu banyak memberikan kewenangan kepada kekuasaan Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan UU;

5. Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi.

Melakukan perubahan atas sesuatu tentu saja memiliki tujuan. Demikian pula halnya dengan perubahan UUD 1945 memiliki beberapa tujuan sebagaimana dikemukakan Setjen MPR RI (2005), yaitu antara lain:

1. menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara dalam mencapai tujuan nasional dan memperkukuh Negara Kesatuan Republik Indonesia;

2. menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi;

3. menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan HAM agar sesuai dengan perkembangan paham HAM dan peradaban umat manusia yang merupakan syarat bagi suatu negara hukum yang tercantum dalam UUD 1945;

4. menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern.

5. melengkapi aturan dasar yang sangat penting dalam penyelenggaraan negara bagi eksistensi negara dan perjuangan negara mewujudkan demokrasi, seperti pengaturan wilayah negara dan pemilihan umum;

6. menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan perkembangan jaman dan kebutuhan bangsa dan negara.

baca juga : Hakikat Negara dan Bentuk-bentuk Kenegaraan

Dalam melakukan perubahan terhadap UUD 1945, terdapat beberapa kesepakatan dasar yang penting kita pahami. Kesepakatan tersebut disusun oleh Panitia Ad Hoc I yang melahirkan lima butir kesepakatan yaitu:

1. tidak mengubah Pembukaan UUD 1945;
2. tetap mempertahankan NKRI;
3. mempertegas sistem pemerintahan presidensial;
4. penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukan ke dalam pasal-pasal (batang tubuh); dan
5. melakukan perubahan dengan cara adendum.

Perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan secara bertahap karena mendahulukan pasal-pasal yang disepakati oleh semua fraksi di MPR, kemudian dilanjutkan dengan perubahan terhadap pasal-pasal yang lebih sulit memperoleh kesepakatan.

Perubahan UUD Negara RI 1945 dimaksudkan untuk menyempurnakan UUD itu sendiri bukan untuk mengganti. Oleh karena itu yang dilakukan oleh MPR adalah mengubah, membuat rumusan baru, menghapus atau menghilangkan, memindahkan tempat pasal atau ayat sekaligus mengubah penomoran pasal atau ayat.

Perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan secara bertahap melalui mekanisme sidang MPR yaitu:

a. Sidang Umum MPR 1999 tanggal 14-21 oktober 1999
b. Sidang Tahunan MPR 2000 tanggal 7-18 Agustus 2000
c. Sidang Tahunan MPR 2001 tanggal 1-9 November 2001
d. Sidang Tahunan MPR 2002 tanggal 1-11 Agustus 2002.

Perubahan Pertama terhadap UUD 1945 dapat dikatakan sebagai tonggak sejarah yang berhasil mematahkan semangat konservatisme dan romantisme dikalangan masyarakat yang cenderung mensakralkan atau menjadikan UUD 1945 sebagai sesuatu yang suci yang tidak boleh disentuh oleh ide perubahan.

Perubahan UUD 1945 bukan hanya menyangkut perubahan jumlah bab, pasal, dan ayat tetapi juga adanya perubahan sistem ketatanegaraan RI, diantaranya sebagai berikut.

a. MPR yang semula sebagai lembaga tertinggi Negara dan berada di atas lembaga Negara lain, berubah menjadi lembaga Negara biasa yang sejajar dengan lembaga Negara lainnya seperti DPR, Presiden, BPK, MA, MK, DPD, dan Komisi Yudisial;

b. pemegang kekuasaan membentuk undang-undang yang semula dipegang oleh Presiden (Pasal 5 ayat 1), beralih ke tangan DPR (perubahan Pasal 20 ayat 1);

c. Presiden dan wakil Presiden yang semula dipilih oleh MPR berubah menjadi dipilih oleh rakyat secara langsung dalam satu pasangan (perubahan Pasal 6A ayat 1);

d. periode masa jabatan Presiden dan wakil Presiden yang semula tidak dibatasi, berubah menjadi maksimal dua kali masa jabatan (Perubahan Pasal 7),

e. adanya lembaga Negara yang berwenang menguji undang-undang terhadap UUD 1945 yaitu Mahkamah Konstitusi.

f. Presiden dalam hal mengangkat dan menerima duta dari Negara lain harus memperhatikan pertimbangan DPR (perubahan Pasal 13 ayat 2 dan 3),

g. Presiden harus memperhatikan pertimbangan DPR dalam hal memberi amnesti dan rehabilitasi (Perubahan Pasal 14 ayat 2).

selanjutnya : Apa Saja Lembaga Negara Republik Indonesia Setelah Perubahan

Perubahan UUD 1945 dan Lembaga-Lembaga Negara Setelah Perubahan UUD Negara RI Tahun 1945 Rating: 4.5 Diposkan Oleh: khadhika

0 komentar:

Posting Komentar

BERLANGGANAN GRATIS

Silahkan masukan e-mail anda untuk mendapatkan kiriman materi pelajaran terbaru dari biasamembaca.blogspot.com gratis langsung ke e-mail anda

Dikirim oleh biasamembaca.com