Permasalahan Perkembangan Intelektual Pada Anak Taman Kanak-kanak | Biasa Membaca -->

Permasalahan Perkembangan Intelektual Pada Anak Taman Kanak-kanak

Permasalahan Perkembangan Intelektual Anak Taman Kanak-kanak
Intelektual merupakan salah satu aspek yang harus dikembangkan pada anak. Intelektual sering kali disinonimkan dengan kognitif, karena proses intelektual banyak berhubungan dengan berbagai konsep yang telah dimiliki anak dan berkenaan dengan bagaimana anak menggunakan kemampuan berfikirnya dalam memecahkan suatu persoalan.

Dalam kehidupannya mungkin saja anak akan dihadapkan kepada persoalanpersoalan yang menuntut adanya pemecahan. Menyelesaikan suatu persoalan merupakan langkah yang lebih kompleks pada diri anak taman kanak-kanak. Sebelum anak mampu menyelesaikan persoalan, anak perlu memiliki kemampuan untuk mencari cara penyelesaiannya.

Anak taman kanak-kanak adalah anak yang memiliki rasa ingin tahu yang besar. Seringkali anak melakukan upaya mencoba-coba (trial and error) untuk menyelesaikan suatu persoalan. Misalnya Lina anak berusia 5 tahun ingin mengambil mainan yang terletak di atas lemari. Lina mencoba mengambil dengan tangannya, tapi tidak berhasil. Lina mencoba lagi dengan mengacungkan tangan sambil melompatlompat, tapi juga tidak berhasil. Lina kemudian mengambil kursi, mendekatkan kursi tersebut pada lemari dan Lina naik ke atas kursi itu untuk mengambil mainannya, dan ternyata berhasil. Dari contoh perilaku Lina ini, dapat difahami bahwa anak kadangkala mencoba sesuatu untuk menyelesaikan persoalannya, Lina dalam kasus di atas menggunakan kemampuan berfikirnya.

Menurut Vygotsky, kemampuan kognitif anak terbagi atas kemampuan memperhatikan, mengamati, mengingat dan berfikir konvergen. Kemampuan memperhatikan pada anak diawali dengan keberfungsian panca indera anak. Anak memperhatikan sesuatu obyek yang nyata dengan menggunakan mata dan telinganya. Misalnya perhatian anak terfokus pada kucing yang ada di halaman rumahnya. Anak melihat bagaimana bentuk dan gerak-gerik kucing dan bagaimana bunyi suara kucing tersebut. Kemampuan mengamati lebih mendalam dari kemampuan memperhatikan.

Dalam mengembangkan kemampuan ini anak menggunakan seluruh panca inderanya, dan obyeknya hadir dihadapan anak. Misal, seorang anak ingin mengetahui tentang suatu makanan. Dengan panca inderanya anak memperhatikan bentuk makanan, dicium (dibaui), dipegang/diraba dan mungkin dimakannya. Dari proses memperhatikan dan mengamati terjadi banjir informasi/pengetahuan pada diri anak. Informasi-informasi itu anak simpan dalam otak/memorinya sebagai suatu pengetahuan yang dimiliki.

Kemampuan mengingat pada anak merupakan suatu aktivitas kognitif dimana anak menyadari bahwa pengetahuan itu berasal dari kesan-kesan atau pengalaman yang diperoleh pada masa lampau. Dalam proses mengingat, anak berhubungan dengan berbagai informasi/pengetahuan yang sudah dimilikinya dan secara langsung anak tidak berhadapan dengan obyeknya. Misalnya anak diminta untuk menyebutkan bagaimana bentuk dan rasanya buah pisang. Ketika anak dihadapkan pada persoalan itu maka anak akan mencoba mengingat atau mengeluarkan informasi/pengetahuan dalam memorinya tentang bentuk dan rasa buah pisang. 

Bila sebelumnya anak tidak tahu atau tidak mendapatkan informasi/pengetahuan tentang buah pisang maka anak tidak dapat menjawab persoalan yang diberikan padanya. Sebaliknya bila anak sudah memiliki informasi/pengetahuan tentang buah pisang, maka anak dapat menyelesaikan persoalan.

Kemampuan berfikir konvergen merupakan kemampuan yang menggunakan informasi yang telah diperoleh dan disimpan untuk menemukan satu jawaban yang benar. Pada saat berfikir anak dihadapkan pada obyek-obyek yang diwakili dengan kesadaran, artinya tidak secara langsung berhadapan dengan obyek secara fisik seperti sedang mengamati sesuatu ketika ia melihat, meraba atau mendengar.

Persoalan tentang bentuk dan rasa buah pisang yang dikemukakan di atas akan dapat dijawab anak dengan benar bilamana anak sudah memiliki informasi /pengetahuan tentang buah pisang secara benar pula. Kemampuan berfikir konvergen lebih terarah untuk dapat menyelesaikan suatu permasalahan dengan satu jawaban yang benar/tepat.

Faktor kognitif mempunyai peranan penting bagi keberhasilan anak dalam belajar, karena sebagian besar aktivitas dalam belajar selalu berhubungan dengan masalah mengingat dan berfikir. Kedua hal ini merupakan aktivitas kognitif yang perlu dikembangkan.

Perkembangan struktur kognitif berlangsung menurut urutan yang sama bagi semua anak. Setiap anak akan mengalami dan melewati setiap tahapan itu, sekalipun kecepatan perkembangan dari tahapan-tahapan tersebut dilewati secara relatif dan ditentukan oleh banyak faktor seperti : kematangan psikis, struktur syaraf, dan lamanya pengalaman yang dilewati pada setiap tahapan perkembangan. Mekanisme utama yang memungkinkan anak maju dari satu tahap pemungsian kognitif ke tahap berikutnya oleh Piaget disebut asimilasi, akomodasi dan ekuilibrium.

Piaget sebagai tokoh Psikologi Kognitif, memandang anak sebagai partisipan aktif di dalam proses perkembangan. Piaget menyakini bahwa anak harus dipandang seperti seorang ilmuwan yang sedang mencari jawaban dalam upaya melakukan eksperimen terhadap dunia untuk melihat apa yang terjadi. Misalnya anak ingin tahu apa yang terjadi bila anak mendorong piring keluar dari meja. Hasil dari eksperimen miniatur anak menyebabkan anak menyusun “teori”. Piaget menyebutnya teori itu sebagai “skema” (bila jamak disebut skemata) tentang bagaimana dunia fisik dan sosial beroperasi.

Anak membangun skema berdasarkan eksperimen yang dilakukannya. Saat anak menemukan benda atau peristiwa baru, anak berupaya untuk memahaminya berdasarkan skema yang telah dimilikinya. Piaget menyebut hal itu sebagai proses asimilasi.

Asimilasi merupakan proses dimana stimulus baru dari lingkungan diintegrasikan pada skema yang telah ada. Proses ini dapat diartikan sebagai suatu obyek atau ide baru ditafsirkan sehubungan dengan gagasan atau teori yang telah diperoleh anak. Asimilasi tidak menghasilkan perkembangan atau skemata, melainkan hanya menunjang pertumbuhan skemata.

Ilustrasi tentang asimilasi pada anak dapat disimak berikut ini. Kepada seorang anak diperlihatkan suatu benda yang berbentuk persegi empat sama sisi. Setelah itu diperlihatkan persegi panjang. Asimilasi terjadi apabila anak menjawab persegi panjang adalah persegi empat sama sisi. Persegi panjang diasimilasikan oleh anak dengam persegi empat sama sisi. Jawaban seperti ini terjadi karena bentuk persegi empat sama sisi sudah dikenal anak lebih awal daripada persegi panjang.

Menurut Piaget, jika skema lama tidak tepat untuk mengakomodasi peristiwa baru, maka anak seperti layaknya seorang ilmuwan yang baik akan memodifikasi skema dan memperluas teorinya tentang dunia. Piaget menyebut proses revisi skema ini sebagai akomodasi. (Piaget & Inhelder, 1969 dalam Rita L. Atkinson, tt : 145).

Akomodasi merupakan proses yang terjadi apabila berhadapan dengan stimulus baru. Anak mencoba mengasimilasikan stimulus baru itu tetapi tidak dapat dilakukan karena tidak ada skema yang cocok. Dalam keadaan seperti ini anak akan menciptakan skema baru atau mengubah skema yang sudah ada sehingga cocok dengan stimulus tersebut. Akomodasi dapat dikatakan sebagai proses pembentukan skema baru atau perubahan skema yang telah ada, seperti contoh di atas dimana persegi empat dilihat sebagaimana adanya persegi empat.

Asimilasi dan akomodasi berlangsung terus sepanjang hidup. Jika anak selalu mengasimilasi stimulus tanpa pernah mengakomodasikan, ada kecenderungan ia memiliki skema yang sangat besar, sehingga ia tidak mampu mendeteksi perbedaanperbedaan diantara stimulus yang mirip. Sebaliknya jika anak selalu mengakomodasi stimulus dan tidak pernah mengasimilasikannya, ada kecenderungan ia tidak pernah dapat mendeteksi persamaan dari stimulus untuk membuat generalisasi. Oleh karenanya harus terjadi keseimbangan antara proses asimilasi dan akomodasi yang disebut sebagai equlibrium.

Para ahli psikologi perkembangan mengakui bahwa pertumbuhan itu berlangsung secara terus menerus dan mengikuti suatu tahapan perkembangan. Piaget melukiskan urutan perkembangan kognitif ke dalam empat tahap yang berbeda secara kualitatif yaitu : (1) tahap sensorimotorik, (2) tahap praoperasional, (3) tahap operasional konkrit dan (4) tahap operasional formal. Dari setiap tahapan itu urutannya tidak berubah-ubah. Semua anak akan melalui ke empat tahapan tersebut dengan urutan yang sama. Hal ini terjadi karena masing-masing tahapan berasal dari pencapaian tahap sebelumnya. Tetapi sekalipun urutan kemunculan itu tidak berubahubah, tidak menutup kemungkinan adanya percepatan untuk melewati tahap-tahap itu secara lebih dini di satu sisi dan terhambat di sisi lainnya.

a. Tahap Sensorimotorik (lahir – 2 tahun)

Tahap pertama ini dikatakan tahap sensorimotorik karena pada masa ini terjadi saling keterkaitan yang sangat erat antara aktivitas motorik dengan persepsi pada bayi. Selama masa ini, bayi sibuk menemukan hubungan antara tindakan mereka dengan konsekuensi dari tindakan tersebut. Hal ini terjadi pada usia lahir sampai 2 tahun, mulai pada masa bayi ketika ia menggunakan pengindraan dan aktivitas motorik dalam mengenal lingkungannya. Pada masa ini biasanya keberadaan bayi masih terikat kepada orang lain bahkan tidak berdaya, akan tetapi alat-alat inderanya sudah dapat berfungsi.

Tindakan bayi berawal dari respon refleks, kemudian berkembang membentuk representasi mental. Anak dapat menirukan tindakan masa lalu orang lain, dan merancang kesadaran baru untuk memecahkan masalah dengan menggabungkan secara mental skema dan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya. Dalam periode singkat antara 18 bulan atau 2 tahun, anak telah mengubah dirinya dari suatu organisme yang bergantung hampir sepenuhnya kepada refleks dan perlengkapan heriditer lainnya menjadi pribadi yang cakap dalam berfikir simbolik.

Menurut Piaget, perkembangan kognitif selama stadium sensorimotor, intelegensi anak baru nampak dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi stimulus sensorik. Dalam stadium ini yang penting adalah tindakan-tindakan konkrit dan bukan tindakan-tindakan yang imaginer atau hanya dibayangkan saja. Secara perlahan-lahan melalui pengulangan dan pengalaman konsep, obyek permanen lama-lama terbentuk, anak mampu menemukan kembali obyek yang disembunyikan.

b. Tahap Praoperasional (2 - 7 tahun)

Dikatakan praoperasional karena pada tahap ini anak belum memahami pengertian operasional yaitu proses interaksi suatu aktivitas mental, dimana prosesnya bisa kembali pada titik awal berfikir secara logis. Manipulasi simbol merupakan karakteristik esensial dari tahapan ini.

Pemikiran pada tahap praoperasional terbatas dalam beberapa hal penting. Menurut Piaget, pemikiran itu khas bersifat egosentris, anak pada tahap ini sulit membayangkan bagaimana segala sesuatunya tampak dari perspektif orang lain.

Karakteristik lain dari cara berfikir praoperasional yaitu sangat memusat (centralized). Bila anak dikonfrontasi dengan situasi yang multi dimentional, maka ia akan memusatkan perhatiannya hanya pada satu dimensi dan mengabaikan dimensi lainnya. Pada akhirnya juga mengabaikan hubungannya antara dimensi-dimensi ini.

Cara berfikir seperti ini dicontohkan sebagai berikut : sebuah gelas tinggi ramping dan sebuah gelas pendek dan lebar diisi dengan air yang sama banyaknya. Anak ditanya apakah air dalam dua buah gelas tadi sama banyaknya? Anak pada tahap ini kebanyakan menjawab bahwa ada lebih banyak air dalam gelas yang tinggi ramping tadi karena gelas ini lebih tinggi dari yang satunya. Jadi anak belum melihat dua dimensi secara serempak.

Berfikir praoperasional juga tidak dapat dibalik (irreversable). Anak belum mampu untuk meniadakan suatu tindakan dengan melakukan tindakan tersebut sekali lagi secara mental dalam arah yang sebaliknya. Dengan demikian bila situasi A beralih pada situasi B, maka anak hanya memperhatikan situasi A, kemudian B. Ia tidak memperhatikan perpindahan dari A ke B.

c. Tahap Operasional Konkrit (7 - 11 Tahun)

Tahap operasional konkrit dapat digambarkan pada terjadinya perubahan positif ciri-ciri negatif tahap preoprasional, seperti dalam cara berfikir egosentris pada tahap operasional konkrit menjadi berkurang, ditandainya oleh desentrasi yang benar, artinya anak mampu memperlihatkan lebih dari satu dimensi secara serempak dan juga untuk menghubungkan dimensi-dimensi itu satu sama lain. Masalah konservasi pada tahap ini sudah dikuasai dengan baik.

Pada sebagian anak mungkin sudah dimiliki kemampuan dalam hal penalaran, pemecahan masalah dan logika, namun pemikiran mereka masih terbatas pada operasi konkrit. Pada tahap ini anak dapat mengkonservasi kualitas serta dapat mengurutkan dan mengklasifikasikan obyek secara nyata, tetapi mereka belum dapat bernalar mengenai abstraksi dan proposisi hipotesis. Anak masih mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah secara verbal yang sifatnya abstrak. Pemahaman terakhir ini baru dicapai pada tahap operasional formal.

d. Operasional Formal ( 11 - 16 tahun)

Pada tahap operasional formal anak tidak lagi terbatas pada apa yang dilihat atau didengar ataupun pada masalah yang dekat, tetapi sudah dapat membayangkan masalah dalam fikiran dan pengembangan hipotesis secara logis. Sebagai contoh, jika A < B dan B < C, maka A < C. Logika seperti ini tidak dapat dilakukan oleh anak pada tahap sebelumnya.

Perkembangan lain pada tahap ini adalah kemampuannya untuk berfikir secara sistematis, dapat memikirkan kemungkinan-kemungkinan secara teratur atau sistematis untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini anak dapat memprediksi berbagai kemungkinan yang terjadi atas suatu peristiwa. Misalnya ketika mengendarai sebuah mobil dan tiba-tiba mobil mogok, maka anak akan menduga mungkin bensinnya habis, businya atau platinanya rusak dan sebab lain yang memungkinkan memberikan dasar atas pemikiran terjadinya mobil mogok. Perkembangan kognitif pada tahapan ini mencapai tingkat perkembangan tertinggi dari tahapan yang dijelaskan Piaget.

Perkembangan kognitif anak taman kanak-kanak berada pada tahap praoperasional. Pada tahap ini ada sebagian anak yang menguasai berbagai kemampuan secara baik tetapi ada pula sebagian anak yang tidak mampu menguasainya. Ketidakmampuan anak tampak dari sikap anak yang sulit mengerti, lambat dalam mengerjakan sesuatu, atau keliru dalam menyelesaikan suatu persoalan. Kondisi ini mengakibatkan anak merasa tidak mampu, tidak percaya diri, merasa diri berbeda dengan anak yang lain sehingga anak menarik diri dari lingkungan, dan memandang dirinya tidak memiliki kemampuan apa-apa.

Itulah penjelasan tentang Permasalahan Perkembangan Intelektual Anak Taman Kanak-kanak semoga bermanfaat.

Permasalahan Perkembangan Intelektual Pada Anak Taman Kanak-kanak Rating: 4.5 Diposkan Oleh: khadhika

0 komentar:

Posting Komentar

BERLANGGANAN GRATIS

Silahkan masukan e-mail anda untuk mendapatkan kiriman materi pelajaran terbaru dari biasamembaca.blogspot.com gratis langsung ke e-mail anda

Dikirim oleh biasamembaca.com