Bunyi ujaran (fon) adalah wujud lahiriah bahasa. Fonem merupakan satuan hasil penyarian atau abstraksi dari bunyi-bunyi ujar yang diucapkan oleh para penutur. Dapat pula dikatakan bahwa bunyi ujar adalah realisasi atau wujud lahiriah fonem. Grafem atau huruf adalah gambar eksplisit dari sebuah fonem. Sementara itu, ejaan adalah gambar eksplisit dari sebuah fonem. Ejaan meupakan peraturan penggambaran atau perlambangan bunyi ujar suatu bahasa. Tampak sekali ada keterkaitan antara istilah-istilah ini.
Bunyi ujar memiliki dua: segmental dan suprasegmental. Maka, ejaan pun menggambarkan kedua bunyi ujar tersebut.
Perlambangan unsur segmental bunyi ujar tidak hanya bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujar dalam bentuk tulisan atau huruf, tetapi juga bagaimana menuliskan bunyi-bunyi ujar dalam bentuk kata, frase, klausa, dan kalimat, bagaimana memenggal suku kata, bagaimana menuliskan singkatan, nama orang, lambang-lambang teknis keilmuan, dan sebagainya. Perlambangan unsur suprasegmental bunyi ujar menyangkut bagaimana melambangkan jeda, nada, tekanan, tempo atau intonasi. Perlambangan unsur suprasegmental ini dikenal dengan istilah tanda baca atau pungtuasi.
Ejaan yang berlaku di Indonesia sekarang adalah Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (disingkat EYD). Ejaan ini diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 17 Agustus 1972. Tiga hal utama yang menjadi perubahan dari ejaan sebelumnya.
1) Pemakaian huruf: ch → kh
dj → j
j → y
nj → ny
sj → sy
tj → c
2) Penulisan tika atas (superskrip 2) pada kata ulang tidak dipergunakan lagi. Penggantinya tanda hubung. Contoh
hati2→ hati-hati
3) Penulisan kata depan di, ke yang semula diserangkaikan menjadi dipisahkan. Contoh :
dikota → di kota
kedesa → ke desa
Pada periode ini EYD yang dipergunakan berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Bahasa Indonesia yang disempurnakan.
Dalam EYD ini tercantum empat hal pokok:
(1) Pemakaian Huruf
(2) Penulisan Kata
(3) Pemakaian Tanda Baca
(4) Penulisan Unsur Serapan
Hal yang sering mendapat perhatian utama oleh para guru adalah pemakaian tanda baca.
Terdapat 15 tanda baca dalam EYD. Ada 5 tipe penggunaanya.
1) Ditulis langsung setelah huruf yang diikuti. Diberi spasi sebelum tulisan berikutnya. Yang termasuk tipe ini adalah tanda baca
- titik (.) Contoh: Bandung kota kembang. Bogor kota hujan.
- koma (,) Di meja terdapat buku, pulpen, dan penghapus.
- titik koma (;) Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan hubungan bunyi dengan fonem; membedakan …
- titik dua (:) Banyak barang di meja: buku, pulpen, kertas, …
- tanya (?) Ke mana kau mengadu? Akan kau temukan sendiri.
- seru (!) Hai! Apa kabar?
2) Ditulis langsung setelah lambang dan langsung diikuti huruf yang mengikutinya. Tipe ini adalah tanda
- hubung (-) Contoh: Sering masalah besar itu tertunda-tunda.
- pisah (─)
- garis miring (/) Masih banyak siswa/murid yang salih.
3) Diberi spasi setelah lambang yang diikuti; mengapit bentuk tulis; diberi spasi sebelum huruf yang mengikuti. Tipe ini adalah untuk tanda
- petik “ “ Contoh: Ia berkata, “Sudah tamat sekolahmu?”
- petik tunggal ‘ ‘
- kurung ( )
- kurung siku [ ]
4) Diberi spasi sebelum dan sesudah tanda kecuali pada akhir kalimat. Tipe ini dimiliki tanda elipsis …
Contoh: kata benda adalah … yang dapat diperluas dengan …
5) Diberi spasi sebelum penulisan dan langsung diikuti lambang yang mengikutinya.Tipe ini untuk lambang apostrop ‘
Contoh: Kebahagiaannya ‘lah pergi.
Untuk lebih memahami penggunaan tanda baca maupun ejaan lebih luas, Anda sebaiknya membuka-buka kembali pedoman EYD, sehingga Anda dapat menerapkannya untuk para siswa.
0 komentar:
Posting Komentar