Sebagai
makhluk utama dan makhluk budaya, manusia hidup dalam keharmonisan
dengan alam dan sesama.Adanya harmoni (keselarasan) ini karena subjek
manusia sadar menempatkan dirinya dalam antar hubungan dengan alam dan
sesamanya. Manusia sadar kedudukan, hak dan kewajibannya; artinya
manusia bertanggung jawab atas hidupnya. Inilah kesadaran diri, yang
berwujud disiplin diri. Disiplin ini ialah perwujudan sikap kepribadian
dalam hubungan dengan dunia luar. Keharmonisan diri dalam lingkungan ini
ialah keseimbangan subjek pribadi dengan faktor dari luar diri; yakni
alam dan sesama.
Manusia cenderung untuk memelihara harmoni dan kelestarian hidup untuk itu manusia menyesuaikan diri dengan diri lingkungan hidup dan sesama.
Kesadaran demikian ialah pengendalian diri (disiplin). Pengendalian diri ini makin luas, artinya bukan hanya terhadap alam dan sesama saja. Melainkan juga terhadap suatu yang tak nampak dan tak langsung sifatnya dan tak abstrak dan masa depan seperti bagaimana hubungannya dengan Tuhan dengan harapan bagi hidup abadi. Bagaimana hubungan yang diharapkan dan seharusnya, supaya akal budi manusia sejahtera dan tenteram tidak mengalami konflik batin dan rasa berdosa maka manusia tunduk kepada norma yang ada. Apakah norma itu sebenarnya ?
Makna norma sesungguhnya ialah perwujudan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan religius. Norma ialah kesadaran dan sikap luhur manusia yang dikehendaki oleh tata nilai yang berlaku sesuai dengan kodrat akal budi manusia. Tegasnya, tidak ada norma yang diluar kesadaran dan kemampuan manusia untuk melaksanakannya,. Karena itu pula,bila subjek pribadi manusia tidak melaksanakan norma, maka harkat dan martabat tercemar. Subjek itu merasa bersalah, atau berdosa walaupun orang lain belum mengetahui pelanggaran itu, subjek pribadi itu dikenai hukuman atau sanksi oleh lembaga yang berwenang.
Norma yang berlaku, baik norma agama, filasafat dan ideologi, maupun norma hukum bertujuan dan berfungsi untuk :
Jadi norma memberikan harga, nilai atau kualitas martabat manusia.Norma ialah ukuran utama. Disamping itu, masih ada ukuran lain, misalnya karya atau prestasi kerja, kreativitas manusia, amal baktinya bagi sesama dan sebagainya. Meskipun karya, prestasi dan amal baik ini, apabila melanggar norma, subjek pribadi in tetap dihukum atau terhukum oleh budi nuraninya sendiri.
Norma seakan garis pemisah antara dua jalur dalam kehidupan :
1) Norma agama : bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa, yang disampaikan mel alui wahyu kepada rasul/nabi; norma agama berwujud hukum dan kaidah keagamaan. Hukum dan kaidah ini tersimpul di dalam kitab suci agama yang ada. Norma agama menetapkan kaidah antar hubungan pribadi manusia dengan Tuhan dan dengan sesama manusia dan lingkungan hidup.
Norma agama bertujuan untuk mencapai suatu kehidupan yang beriman. Ajaran agama atau dalam kepercayaan dalam masyarakat sangat menunjang tegaknya tata tertib kehidupan bermasyarakat. Perintah dan larangan yang dikembangkan oleh ajaran agama akan menebalkan iman setiap penganutnya untuk mematuhi segala perintah dan larangan tersebut.
Menurut Sudikno Mertokusumo (1986), yang dimaksud dengan kaidah kepercayaan atau keagamaan ditujukan kepada kehidupan beriman. Kaidah ini ditujukan terhadap kewajiban manusia kepada tuhan dan kepada dirinya sendiri. Sumber atau asal kaidah ini adalah ajaran-ajaran agama atau kepercayaan yang oleh pengikut-pengikutnya dianggap sebagai perintah Tuhan. Dikarenakan sumber kaidah ini adalah ajaran agama yang berasal dari Tuhan, maka manakala penganut agama yang tidak mematuhi perintah dan larangan Tuhan atau kaidah-kaidah yang ditentukan oleh agamanya akan mersakan sanksinya bahwa keingkaran atau dosa yang bersangkutan akan memperoleh kutukan dan hukuman dari Tuhan, maka yang bersangkutan akan senantiasa berusaha berbuat baik dalam menjalin hubungan dengan sesamanya sesuai dengan perintah Tuhan.
Selanjutnya Kelsen (1995) menyatakan bahwa Norma keagamaan mengancam si Pelanggar dengan hukuman oleh otorita Tuhan. Namun demikian, sanksi yang ditetapkan oleh norma keagamaan memiliki karakter Transendental sanksi tersebut tidak diorganisasikan oleh masyarakat, walaupun ditetapkan oleh peraturan keagamaan. Sanksi keagamaan mungkin lebih efektif daripada sanksi hukum. Namun demikian, efektivitas mensyaratkan keyakinan terhadap eksistensi dan kekuasaan dari otorita Tuhan.
2) Norma filsafat; bersumber dari budi nurani manusia dan nilai sosio-budayanya. Norma filsafat adalah keseluruhan kaidah yang lahir dan berkembang dari akal budi manusia yang wujudnya sosio-budaya dan berpuncak sebagai sistem filsafat yakni pandangan hidup, filsafat Negara, ideologi Negara. Norma filsafat menjadi kaidah kenegaraan, kemasyarakatan dan semua aspek kehidupan bangsa.
3) Norma kesusilaan dan kesopanan bersumber dari akal budi murni dan masyarakat sebagai norma pergaulan dan tata karma. Keduannya, norma kesusilaan sebenarnya ditinjau dari sisi kepribadian manusia sedangkan norma kesopanan ditinjau dari sisi luar kepribadian manusia yakni sopan santun dan tata karma atau etika pergaulan.
Norma kesusilaan bertujuan agar manusia hidup berakhlak atau mempunyai hati nurani bersih. Norma kesusilaan adalah sekumpulan peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati nurani setiap manusia. Norma ini berhubungan dengan manusia sebagai individu, karena menyangkut kehidupan pribadi manusia. Peraturan-peraturan hidup ini berupa bisikan kalbu atau suara hati yang diakui dan diinsyafi oleh setiap orang sebagai pedoman dalam sikap dan perbuatannya. Sumber dari norma kesusilaan adalah hati nurani sanubari manusia itu sendiri, jadi bersifat otonom dan tidak ditujukan kepada hal-hal yang bersifat lahir, tetapi ditujukan kepada sifat bathin manusia itu sendiri. Dengan demikian sanksi norma kesusilaan lebih menekankan pada adanya penyesalan dalam diri atau bathin seseorang yang melakukan pelanggaran terhadap norma kesusilaan tersebut, misalnya seseorang berbuat tidak jujur maka sebenarnya hati nuraninya mengakui tindakannya itu sehingga mungkin saja dalam dirinya akan timbul rasa penyesalan terhadap perbuatan yang telah dilakukannya.
4) Norma hukum bersumber dari kekuasaan (pemerintah) yang berdaulat. Norma hukum yang berdasarkan filsafat Negara dan hukum dasar (konstitusi) tetap berakar dalam sosio-budaya bangsa, yakni asa kerohanian Negara-bangsa itu. Norma hukum mengatur dan menjamin ketertiban Negara dan rakyat; batas kekuasaan dan keadilan, hak dan kewajiban penduduk dalam Negara, disiplin manusia dalam Negara, norma Negara ditetapkan atas nama Negara, ditegakkan oleh lembaga-lembaga Negara.
Meskipun norma hukum berbeda dengan berbagai norma tersebut diatas, tetapi dalam pelaksanaannya norma hukum tetap berkaitan dengan semua norma yang ada dan berlaku dalam kehidupan manusia. Tegasnya hukum yang ideal, ialah yang sesuai dengan norma-norma yang ada.
Misalnya norma hukum perkawinan (undang-undang perkawinan No 1 Tahun 1974) tetap bersumber dan berlandaskan agama dan filsafat hidup dalam Negara RI.
Sementara itu menurut Soejono Soekanto (1980) norma hukum bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam pergaulan hidup antar manusia. Kedamaian tersebut akan tercapai dengan menciptakan suatu keserasian antara ketertiban (yang bersifat lahiriah) dengan ketentraman (yang bersifat bathiniah). Kedamaian melalui keserasian antara ketertiban dengan ketentraman ini merupakan salah satu ciri yang membedakan hukum dengan kaidah-kaidah sosial lainnya. Salah satu ciri terpenting lainnya dari kaidah hukum terletak pada kekuatan sanksinya. Berlakunya kaidah hukum ditopang oleh kekuatan sanksinya yang dapat dipaksakan melalui organ-organ penegak hukum.
Menurut Kelsen (1995) hukum adalah suatu tata yang bersifat memaksa. Suatu tata sosial yang berusaha menimbulkan perilaku para individu sesuai dengan yang diharapkan melalui pengundangan tindakan-tindakan paksaan. Disebut demikian karena peraturan itu mengancam perbuatan-perbuatan yang merugikan masyarakat dengan tindakan-tindakan paksaan yaitu menetapkan tindakan paksaan tersebut didalam undang-undang. Tindakan paksaan ini memberikan suatu perbedaan dari semua tata sosial lainnya yaitu tata sosial yang memberikanganjaran sebagai sanksinya, dan lebih utama lagi tata sosial yang tidak mengundangkan sanksi sama sekali, yang mendasarkan pada teknik motivasi langsung. Efektivitas dari tata sosial ini terletak bukan pada paksaan melainkan pada kepatuhan sukarela.
Jika peraturan yang bersifat memaksa dikontraskan dengan peraturan yang tidak memiliki karakter memaksa, yang bersandar pada kepatuhan sukarela, perbedaannya mungkin hanya dalam arti bahwa yang satu menetapkan tindakan paksaan sebagai sanksi sementara yang lainnya tidak. Sanksi ini merupakan tindakan yang bersifat memaksa hanya dalam arti bahwa hak milik tertentu (kehidupan, kesehatan, kebebasan, atau harta kekayaan) diambil dari individu terkait bertentangan dengan kehendaknya, jika perlu dengan menggunakan paksaan fisik.
Hukum adalah suatu organisasi paksaan, sebab hukum melekatkan kondisi-kondisi tertentu terhadap penggunaan di dalam hubungan-hubungan antar manusia, mensyahkan penggunaan paksaan hanya oleh individu-individu tertentu dan hanya di bawah kondisi-kondisi tertentu.
Hukum menyebabkan penggunaan paksaan sebagai monopoli masyarakat. Sungguh karena memonopoli penggunaan tindakan paksaan bahwa hukum menciptakan ketentraman masyarakat.
Perdamaian adalah suatu kondisi dimana tidak terdapat penggunaan paksaan. Menurut pengertian hukum hanya memberikan perdamaian relatif, bukan absolut, dimana hukum mencabut hak para individu untuk menggunakan paksaan tetapi mencadangkannya kepada masyarakat. Perdamaian hukum bukan suatu kondisi dari ketiadaan paksaan mutlak, suatu keadaan anarkis, perdamaian hukum adalah suatu kondisi monopoli paksaan, suatu monopoli paksaan oleh masyarakat.
Pada hakikatnya, suatu masyarakat hanya mungkin jika setiap individu menghormati kepentingan-kepentingan tertentu. Kehidupan, kebebasan dan harta benda dari setiap individu lainnya, yakni jika setiap individu menahan diri dari perbuatan mengganggu secara paksa terhadap bidang-bidang kepentingan ini dari sesamanya.
Manusia cenderung untuk memelihara harmoni dan kelestarian hidup untuk itu manusia menyesuaikan diri dengan diri lingkungan hidup dan sesama.
Kesadaran demikian ialah pengendalian diri (disiplin). Pengendalian diri ini makin luas, artinya bukan hanya terhadap alam dan sesama saja. Melainkan juga terhadap suatu yang tak nampak dan tak langsung sifatnya dan tak abstrak dan masa depan seperti bagaimana hubungannya dengan Tuhan dengan harapan bagi hidup abadi. Bagaimana hubungan yang diharapkan dan seharusnya, supaya akal budi manusia sejahtera dan tenteram tidak mengalami konflik batin dan rasa berdosa maka manusia tunduk kepada norma yang ada. Apakah norma itu sebenarnya ?
A. Batasan dan makna norma
Dalam kehidupan ada bermacam nilai; dari nilai diri ini ditetapkan norma. Norma ialah perwujudan dari nilai, artinya rumusan normatif atau seharusnya tentang isi nilai. Dalam Encyclopedia Sosial Sciences ditulis : “ suatu norma ialah aturan, standar atau pola untuk suatu tindakan “. Selanjutnya tulisan tersebut menjelaskan.” Norma sosial ialah aturan tingkah laku . norma merupakan standar atau patokan untuk menetapkan tingkah laku yang dikehendaki atau tidak (ditolak). Batasan itu dalam hukum dan kemasyarakatan, dengan demikian ini berlaku pola di dalam Negara. Mengingat ruang lingkup nilai dalam kehidupan manusia sangat luas, maka wajarlah ada berbagai norma filsafat dan ideologi berupa doktrin-doktrin, norma agama dengan berbagai kewajiban agama (perintah dan larangan).Makna norma sesungguhnya ialah perwujudan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan religius. Norma ialah kesadaran dan sikap luhur manusia yang dikehendaki oleh tata nilai yang berlaku sesuai dengan kodrat akal budi manusia. Tegasnya, tidak ada norma yang diluar kesadaran dan kemampuan manusia untuk melaksanakannya,. Karena itu pula,bila subjek pribadi manusia tidak melaksanakan norma, maka harkat dan martabat tercemar. Subjek itu merasa bersalah, atau berdosa walaupun orang lain belum mengetahui pelanggaran itu, subjek pribadi itu dikenai hukuman atau sanksi oleh lembaga yang berwenang.
B. Tujuan dan fungsi norma
Adanya norma bertujuan untuk menetapkan bagaimana tindakan dan tingkah laku manusia seharusnya. Norma sebagai tatanan dan pedoman hidup, kaidah yang mengatur pribadi dan tingkah laku manusia baik pribadi maupun sosial bahkan juga spiritual-rohaniah yakni bagaimana hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa.Prinsip bagaimana tingkah laku yang baik dan dikehendaki, tentu berdasarkan tujuan (niat dan motivasi/motif). Tujuan ini terutama untuk kesejateraan lahir bathin. Kesejahteraan rohaniah ini termasuk pula asanya harapan hidup yang lebih baik sesudah di dunia ini. Inilah cita dan harapan jangka panjang, bagi kehidupan kekal.Norma yang berlaku, baik norma agama, filasafat dan ideologi, maupun norma hukum bertujuan dan berfungsi untuk :
- Menjamin keharmonisan hidup manusia secara pribadi dalam diri manusia tentram karena merasa tidak ada pelanggaran dan pertentangan bathin (konflik kejiwaan).
- Menjamin keselaran dan keseimbangan hak dan kewajiban juga keseimbangan antar pribadi, antar pribadi dengan masyarakat dan negara. Antara subjek manusia dengan hukum yang berlaku.
- Untuk mengukur kedudukan antar manusia secara mendasar. Artinya mereka yang melanggar norma ialah pribadi yang “rendah” martabatnya, sedangkan yang menjunjung norma ialah pribadi yang “tinggi” martabatnya.
Jadi norma memberikan harga, nilai atau kualitas martabat manusia.Norma ialah ukuran utama. Disamping itu, masih ada ukuran lain, misalnya karya atau prestasi kerja, kreativitas manusia, amal baktinya bagi sesama dan sebagainya. Meskipun karya, prestasi dan amal baik ini, apabila melanggar norma, subjek pribadi in tetap dihukum atau terhukum oleh budi nuraninya sendiri.
Norma seakan garis pemisah antara dua jalur dalam kehidupan :
- Jalur lurus yang benar dan baik yang menghasilkan kebahagian dan kebanggaan.
- Jalur menyimpang yang salah dan buruk, yang mengakibatkan rasa bersalah, rasa berdosa, penyesalan dan nestapa subjek pelaku.
C. Macam dan wujud norma
Berdasarkan sumber norma, maka dibedakan macam dan wujud norma meliputi :1) Norma agama : bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa, yang disampaikan mel alui wahyu kepada rasul/nabi; norma agama berwujud hukum dan kaidah keagamaan. Hukum dan kaidah ini tersimpul di dalam kitab suci agama yang ada. Norma agama menetapkan kaidah antar hubungan pribadi manusia dengan Tuhan dan dengan sesama manusia dan lingkungan hidup.
Norma agama bertujuan untuk mencapai suatu kehidupan yang beriman. Ajaran agama atau dalam kepercayaan dalam masyarakat sangat menunjang tegaknya tata tertib kehidupan bermasyarakat. Perintah dan larangan yang dikembangkan oleh ajaran agama akan menebalkan iman setiap penganutnya untuk mematuhi segala perintah dan larangan tersebut.
Menurut Sudikno Mertokusumo (1986), yang dimaksud dengan kaidah kepercayaan atau keagamaan ditujukan kepada kehidupan beriman. Kaidah ini ditujukan terhadap kewajiban manusia kepada tuhan dan kepada dirinya sendiri. Sumber atau asal kaidah ini adalah ajaran-ajaran agama atau kepercayaan yang oleh pengikut-pengikutnya dianggap sebagai perintah Tuhan. Dikarenakan sumber kaidah ini adalah ajaran agama yang berasal dari Tuhan, maka manakala penganut agama yang tidak mematuhi perintah dan larangan Tuhan atau kaidah-kaidah yang ditentukan oleh agamanya akan mersakan sanksinya bahwa keingkaran atau dosa yang bersangkutan akan memperoleh kutukan dan hukuman dari Tuhan, maka yang bersangkutan akan senantiasa berusaha berbuat baik dalam menjalin hubungan dengan sesamanya sesuai dengan perintah Tuhan.
Selanjutnya Kelsen (1995) menyatakan bahwa Norma keagamaan mengancam si Pelanggar dengan hukuman oleh otorita Tuhan. Namun demikian, sanksi yang ditetapkan oleh norma keagamaan memiliki karakter Transendental sanksi tersebut tidak diorganisasikan oleh masyarakat, walaupun ditetapkan oleh peraturan keagamaan. Sanksi keagamaan mungkin lebih efektif daripada sanksi hukum. Namun demikian, efektivitas mensyaratkan keyakinan terhadap eksistensi dan kekuasaan dari otorita Tuhan.
2) Norma filsafat; bersumber dari budi nurani manusia dan nilai sosio-budayanya. Norma filsafat adalah keseluruhan kaidah yang lahir dan berkembang dari akal budi manusia yang wujudnya sosio-budaya dan berpuncak sebagai sistem filsafat yakni pandangan hidup, filsafat Negara, ideologi Negara. Norma filsafat menjadi kaidah kenegaraan, kemasyarakatan dan semua aspek kehidupan bangsa.
3) Norma kesusilaan dan kesopanan bersumber dari akal budi murni dan masyarakat sebagai norma pergaulan dan tata karma. Keduannya, norma kesusilaan sebenarnya ditinjau dari sisi kepribadian manusia sedangkan norma kesopanan ditinjau dari sisi luar kepribadian manusia yakni sopan santun dan tata karma atau etika pergaulan.
Norma kesusilaan bertujuan agar manusia hidup berakhlak atau mempunyai hati nurani bersih. Norma kesusilaan adalah sekumpulan peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati nurani setiap manusia. Norma ini berhubungan dengan manusia sebagai individu, karena menyangkut kehidupan pribadi manusia. Peraturan-peraturan hidup ini berupa bisikan kalbu atau suara hati yang diakui dan diinsyafi oleh setiap orang sebagai pedoman dalam sikap dan perbuatannya. Sumber dari norma kesusilaan adalah hati nurani sanubari manusia itu sendiri, jadi bersifat otonom dan tidak ditujukan kepada hal-hal yang bersifat lahir, tetapi ditujukan kepada sifat bathin manusia itu sendiri. Dengan demikian sanksi norma kesusilaan lebih menekankan pada adanya penyesalan dalam diri atau bathin seseorang yang melakukan pelanggaran terhadap norma kesusilaan tersebut, misalnya seseorang berbuat tidak jujur maka sebenarnya hati nuraninya mengakui tindakannya itu sehingga mungkin saja dalam dirinya akan timbul rasa penyesalan terhadap perbuatan yang telah dilakukannya.
4) Norma hukum bersumber dari kekuasaan (pemerintah) yang berdaulat. Norma hukum yang berdasarkan filsafat Negara dan hukum dasar (konstitusi) tetap berakar dalam sosio-budaya bangsa, yakni asa kerohanian Negara-bangsa itu. Norma hukum mengatur dan menjamin ketertiban Negara dan rakyat; batas kekuasaan dan keadilan, hak dan kewajiban penduduk dalam Negara, disiplin manusia dalam Negara, norma Negara ditetapkan atas nama Negara, ditegakkan oleh lembaga-lembaga Negara.
Meskipun norma hukum berbeda dengan berbagai norma tersebut diatas, tetapi dalam pelaksanaannya norma hukum tetap berkaitan dengan semua norma yang ada dan berlaku dalam kehidupan manusia. Tegasnya hukum yang ideal, ialah yang sesuai dengan norma-norma yang ada.
Misalnya norma hukum perkawinan (undang-undang perkawinan No 1 Tahun 1974) tetap bersumber dan berlandaskan agama dan filsafat hidup dalam Negara RI.
Sementara itu menurut Soejono Soekanto (1980) norma hukum bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam pergaulan hidup antar manusia. Kedamaian tersebut akan tercapai dengan menciptakan suatu keserasian antara ketertiban (yang bersifat lahiriah) dengan ketentraman (yang bersifat bathiniah). Kedamaian melalui keserasian antara ketertiban dengan ketentraman ini merupakan salah satu ciri yang membedakan hukum dengan kaidah-kaidah sosial lainnya. Salah satu ciri terpenting lainnya dari kaidah hukum terletak pada kekuatan sanksinya. Berlakunya kaidah hukum ditopang oleh kekuatan sanksinya yang dapat dipaksakan melalui organ-organ penegak hukum.
Menurut Kelsen (1995) hukum adalah suatu tata yang bersifat memaksa. Suatu tata sosial yang berusaha menimbulkan perilaku para individu sesuai dengan yang diharapkan melalui pengundangan tindakan-tindakan paksaan. Disebut demikian karena peraturan itu mengancam perbuatan-perbuatan yang merugikan masyarakat dengan tindakan-tindakan paksaan yaitu menetapkan tindakan paksaan tersebut didalam undang-undang. Tindakan paksaan ini memberikan suatu perbedaan dari semua tata sosial lainnya yaitu tata sosial yang memberikanganjaran sebagai sanksinya, dan lebih utama lagi tata sosial yang tidak mengundangkan sanksi sama sekali, yang mendasarkan pada teknik motivasi langsung. Efektivitas dari tata sosial ini terletak bukan pada paksaan melainkan pada kepatuhan sukarela.
Jika peraturan yang bersifat memaksa dikontraskan dengan peraturan yang tidak memiliki karakter memaksa, yang bersandar pada kepatuhan sukarela, perbedaannya mungkin hanya dalam arti bahwa yang satu menetapkan tindakan paksaan sebagai sanksi sementara yang lainnya tidak. Sanksi ini merupakan tindakan yang bersifat memaksa hanya dalam arti bahwa hak milik tertentu (kehidupan, kesehatan, kebebasan, atau harta kekayaan) diambil dari individu terkait bertentangan dengan kehendaknya, jika perlu dengan menggunakan paksaan fisik.
Hukum adalah suatu organisasi paksaan, sebab hukum melekatkan kondisi-kondisi tertentu terhadap penggunaan di dalam hubungan-hubungan antar manusia, mensyahkan penggunaan paksaan hanya oleh individu-individu tertentu dan hanya di bawah kondisi-kondisi tertentu.
Hukum menyebabkan penggunaan paksaan sebagai monopoli masyarakat. Sungguh karena memonopoli penggunaan tindakan paksaan bahwa hukum menciptakan ketentraman masyarakat.
Perdamaian adalah suatu kondisi dimana tidak terdapat penggunaan paksaan. Menurut pengertian hukum hanya memberikan perdamaian relatif, bukan absolut, dimana hukum mencabut hak para individu untuk menggunakan paksaan tetapi mencadangkannya kepada masyarakat. Perdamaian hukum bukan suatu kondisi dari ketiadaan paksaan mutlak, suatu keadaan anarkis, perdamaian hukum adalah suatu kondisi monopoli paksaan, suatu monopoli paksaan oleh masyarakat.
Pada hakikatnya, suatu masyarakat hanya mungkin jika setiap individu menghormati kepentingan-kepentingan tertentu. Kehidupan, kebebasan dan harta benda dari setiap individu lainnya, yakni jika setiap individu menahan diri dari perbuatan mengganggu secara paksa terhadap bidang-bidang kepentingan ini dari sesamanya.
Kesimpulan
- Kesadaran norma, pribadi bersifat keseluruhan (integral), yakni semua wujud norma, agama, filsafat-ideologi, kesusilaan-kesopanan dan norma hukum.
- Norma hukum yang berlaku, tetap terkait dengan berbagai norma yang dijunjung pribadi manusia dalam kehidupannya. Misalnya tidak boleh membunuh, ini adalah norma agama, juga norma filsafat, norma kesusilaan dan norma hukum.
0 komentar:
Posting Komentar