Pengertian obat ialah semua zat baik kimiawi, hewani maupun nabati, yang dalam dosis layak dapat menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit berikut gejala-gejalanya.
Kebanyakan obat yang digunakan dimasa lampau adalah obat yang berasal dari tanaman. Melalui cara mencoba-coba, secara empiris manusia purba mendapatkan pengalaman dengan berbagai macam daun atau akar tumbuhan untuk menyembuhkan penyakit. Pengetahuan ini secara turun temurun disimpan dan dikembangkan, sehingga muncul ilmu pengobatan rakyat, sebagaimana pengobatan tradisional jamu di Indonesia.
Namun tidak semua obat memulai riwayatnya sebagai obat anti penyakit, adapula yang pada awalnya digunakan sebagai alat ilmu sihir, kosmetika atau racun untuk membunuh musuh. Misalnya, strychnin dan kurare mulanya digunakan sebagai racun panah penduduk pribumi Afrika dan Amerika Selatan. Contoh yang paling baru ialah obat kanker nitrogen-mustard yang semula digunakan sebagai gas racun (gas mustard) pada perang dunia pertama.
Obat nabati digunakan sebagai rebusan atau ekstrak dengan aktifitas dan efek yang sering kali berbeda-beda tergantung dari asal tanaman dan pembuatannya. Kondisi ini dianggap kurang memuaskan, sehingga lambat laun para ahli kimia memulai mencoba mengisolasi zat-zat aktif yang terkandung didalamnya. Hasil percobaan mereka adalah serangkaian zat kimia : yang terkenal diantaranya adalah :
- Efedrin dari tanaman Ma Huang (Ephedra Vulgaris),
- Kinin dari kulit pohon kina,
- Atropin dari tanaman Atropa Belladona,
- Morfin dari candu (Papaver Somniferum),
- Digoksin dari Digitalis lanata.
Dari hasil penelitian setelah tahun 1950 dapat ditemukan :
- Reserpin dan resinamin dari Pule Pandak (Rauwolvia serpentina),
- Vinblastin (antikanker) berasal dari Vinca rosea, sejenis kembang serdadu.
- Artemisin yang berasal dari tanaman di Cina, (Artemisina annua). Penemuan obat malaria ini sekitar tahun 1980
- Paclitaxel (taxol), antikanker dari jarum-jarum sejenis cemara (konifer)
- Taxus brevifolia/baccata (1993)
- Genistein dari kacang kedelai.
Sejarah ilmu farmakologi
Perkembangan ilmu farmakologi dapat ibagi menjadi dua periode yaitu :
1. Periode kuno (sebelum th 1700)
Periode ini ditandai dengan observasi empirik oleh manusia terhadap penggunaan obat. Bukit atau pencatatannya dapat dilihat di Materia Medika yang disusun oleh Dioscorides (Pedanius). Sebelumnya, catatan tertua dijumpai pada pengobatan Cina dan Mesir.
Dioscorides (Pedanius)
De Materia Medica
• Claudius Galen (129–200 A.D.) adalah orang pertama yg mengenalkan bahwa teori dan pengalaman empirik berkontribusi seimbang dalam penggunaan obat.
Claudius Galen (129–200 A.D.)
• Theophrastus von Hohenheim (1493–1541 A.D.), atau Paracelsus , adalah pionir penggunaan senyawa kimia dan mineral, yang dikenal juga dengan bapak toksikologi.
Theophrastus von Hohenheim (1493–1541 A.D.)
• Johann Jakob Wepfer (1620–1695), peneliti pertama yang melibatkan hewan percobaan dalam ilmu farmakologi dan toksikologi.
Johann Jakob Wepfer (1620–1695)
2. Periode modern
Pada abad 18-19, mulai dilakukan penelitian eksperimental tentang nasib obat, tempat dan cara kerja obat, pada tingkat organ dan jaringan
- Rudolf Buchheim (1820–1879) , mendirikan Institute of Pharmacology pertama di The University of Dorpat (Tartu, Estonia) tahun 1847.
- Oswald Schmiedeberg (1838–1921), bersama seorang internist, Bernhard Naunyn (1839–1925), menerbitkan jurnal farmakologi pertama
- John J. Abel (1857–1938), The “Father of American Pharmacology”
Pada permulaan abad XX mulailah dibuat obat – obat sintesis, misalnya asetosal, disusul kemudian dengan sejumlah zat-zat lainnya. Pendobrakan sejati baru tercapai dengan penemuan dan penggunaan obat-obat kemoterapeutik sulfanilamid (1935) dan penisillin (1940). Sejak tahun 1945 ilmu kimia, fisika dan kedokteran berkembang dengan pesat dan hal ini menguntungkan sekali bagi penyelidikan yang sistematis dari obat-obat baru.
Sejak tahun 1945 ilmu kimia, fisika dan kedokteran berkembang pesat (misal sintesa kimia, fermentasi, teknologi rekombinan DNA) dan hal ini menguntungkan sekali bagi penelitian sistematis obat-obat baru. Beribu-ribu zat sintetis telah ditemukan, rata-rata 500 zat setahunnya yang mengakibatkan perkembangan yang revolusioner di bidang farmakoterapi. Kebanyakan obat kuno ditinggalkan dan diganti dengan obat mutakhir. Akan tetapi, begitu banyak diantaranya tidak lama “masa hidupnya” karena terdesak obat yang lebih baru dan lebih baik khasiatnya. Namun lebih kurang 80% dari semua obat yang kini digunakan merupakan penemuan dari 3 dasawarsa terakhir.
0 komentar:
Posting Komentar