Perkembangan Partai Komunis di Indonesia tidak terlepas keberadaanya dari peranan dan pengaruh Sneevliet. Sneevliet adalah seorang Belanda anggota Partai Buruh Sosial Demokrat yang dikirim ke Indonesia untuk menyebarkan faham marxisme dikalangan rakyat Indonesia.
Pada awalnya kedatangannya di Indonesia ia tinggal di Surabaya, kemudian pada tahun 1913 pindah ke Semarang. Pada tanggal 9 Mei 1914 Sneevliet bersama rekan-rekannya mendirikan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV), namun organisasi ini tidak mendapat dukungan dari rakyat . Kemudian pada tanggal 23 Mei 1920 ISDV mengubah namanya menjadi Partai Komunis Hindia (PKH) dan pada bulan Desember 1920 diubah lagi menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI), yang diketuai oleh Semaun.
Pergantian nama tersebut sebenarnya terlebih dahulu diawali dengan adanya pertentangan antara dua kubu yang terdapat dalam tubuh ISDV. Baars, Bergsma, dan Semaun ingin mengubah nama ISDV menjadi Partai Komunis. Hal ini didasrkan pada keinginan untuk mengeratkan diri dengan partai komunis internasional dan melepaskan diri dari sosialis palsu. Sementara itu, kubu Hartogh menentang keinginan tokoh-tokoh tersebut. Setelah kubu Semaun memperoleh kemenagan, maka dibuatlah susunan kepengurusan PKI dengan Semaun menjabat sebagai ketua, Darsono sebagai wakil ketua, Bergsma sebagai sekretaris, Dekker sebagai Bendahara, serta Baars dan Sugono sebagai anggota.
Adanya pergantian kepemimpinan ini pada dasarnya tidak terlepas dari usaha pemerintah yang ingin mengusir orang-orang Belanda pendiri ISDV dari Indonesia. Dalam pandangan pemerintah Kolonial Belanda orang-orang tersebut telah bertindak sangat radikal terhadap pemerintah.
Pada tahun 1921, Semaun dan Darsono berangkat ke Moskow untuk mempererat hubungan dan bergabung dengan Comintern ( Komunis Internasional) yang merupakan forum komunis internasional dengan dominasi pengaruh komunis Rusia dan pusat eksekutif bagi partai komunis seluruh dunia. Azas yang diusung dalam forum tersebut adalah sama rata sama rasa.
Dalam rangka mengembangkan pengaruhnya, PKI membentuk kekuatan dengan menghimpun dukungan dan simpati dari rakyat Indonesia, terutama dukungan dari kalangan buruh. PKI memanfaatkan berbagai kesempatan untuk mempengaruhi para buruh yang dihadapkan pada situasi defresi ekonomi. Selain itu, PKI juga menggerakkan SI Merah yang pada tahun 1924 berganti nama menjadi Sarekat Rakyat. Sejak saat itulah pendidikan ideologi komunis menjadi semakin intensif. Bahkan pada perkembangannya PKI membentuk organisasi–organisasi dengan nama barisan pemuda dan barisan wanita dalam organisasi.
Gerakan-gerakan PKI dari hari ke hari semakin menunjukkan suatu gerakan yang radikal. Hal ini dilakukan dalam bentuk tindakan pemogokan para buruh. Adanya berbagai pemogokan, termasuk pemogokan para pegawai kereta api yang diboncengi oleh kekuatan PKI, maka Semaun ditangkap dan kemudian dibuang ke luar negeri.
Sepeninggalnya Semaun, aksi-aksi yang dilakukan oleh PKI semakin meluas. Hadirnya tokoh-tokoh seperti Tan Malaka, Alimin, dan Muso semakin menambah keberanian PKI untuk semakin bertindak radikal. Bahkan, setelah merasa berhasil menggalang kekuatan yang besar, pada tanggal 13 November 1926 PKI melakukan pemberontakan diberbagai daerah, seperti Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Pemberontakan dilakukan pula pada tanggal 1 Januari 1927 di Sumatera Barat (Minangkabau). Karena pemberontakan tersebut tidak terorganisir dengan baik dan hanya dilakukan dibeberapa daerah yang sifatnya lokal, maka dengan mudah dapat dipadamkan oleh pemerintah Hindia Belanda.
Pemberontakan PKI segera ditumpas oleh pemerintah Kolonial Belanda. Penumpasan tersebut dilakukan secara besar-besaran, diantaranya dengan menangkap para pemimpin PKI dan membuangnya ke Boven Digul, Irian Jaya. Disebutkan bahwa ada 13.000 orang yang ditangkap pemerintah, 4.500 orang dihukum, dan 1.300 dibunag ke Digul. Selanjutnya PKI dinyatakan sebagai organisasi terlarang. Tidak hanya itu, tindakan PKI yang kurang perhitungan tersebut berimbas pula kepada berbagai organisasi pergerakan. Pengawasan pemerintah Kolonial terhadap setiap gerak organisasi semakin diperketat, dicurigai, bahkan dilarang. Akibatnya pergerakan nasional mengalami kemunduran.
Pergantian nama tersebut sebenarnya terlebih dahulu diawali dengan adanya pertentangan antara dua kubu yang terdapat dalam tubuh ISDV. Baars, Bergsma, dan Semaun ingin mengubah nama ISDV menjadi Partai Komunis. Hal ini didasrkan pada keinginan untuk mengeratkan diri dengan partai komunis internasional dan melepaskan diri dari sosialis palsu. Sementara itu, kubu Hartogh menentang keinginan tokoh-tokoh tersebut. Setelah kubu Semaun memperoleh kemenagan, maka dibuatlah susunan kepengurusan PKI dengan Semaun menjabat sebagai ketua, Darsono sebagai wakil ketua, Bergsma sebagai sekretaris, Dekker sebagai Bendahara, serta Baars dan Sugono sebagai anggota.
Adanya pergantian kepemimpinan ini pada dasarnya tidak terlepas dari usaha pemerintah yang ingin mengusir orang-orang Belanda pendiri ISDV dari Indonesia. Dalam pandangan pemerintah Kolonial Belanda orang-orang tersebut telah bertindak sangat radikal terhadap pemerintah.
Pada tahun 1921, Semaun dan Darsono berangkat ke Moskow untuk mempererat hubungan dan bergabung dengan Comintern ( Komunis Internasional) yang merupakan forum komunis internasional dengan dominasi pengaruh komunis Rusia dan pusat eksekutif bagi partai komunis seluruh dunia. Azas yang diusung dalam forum tersebut adalah sama rata sama rasa.
Dalam rangka mengembangkan pengaruhnya, PKI membentuk kekuatan dengan menghimpun dukungan dan simpati dari rakyat Indonesia, terutama dukungan dari kalangan buruh. PKI memanfaatkan berbagai kesempatan untuk mempengaruhi para buruh yang dihadapkan pada situasi defresi ekonomi. Selain itu, PKI juga menggerakkan SI Merah yang pada tahun 1924 berganti nama menjadi Sarekat Rakyat. Sejak saat itulah pendidikan ideologi komunis menjadi semakin intensif. Bahkan pada perkembangannya PKI membentuk organisasi–organisasi dengan nama barisan pemuda dan barisan wanita dalam organisasi.
Gerakan-gerakan PKI dari hari ke hari semakin menunjukkan suatu gerakan yang radikal. Hal ini dilakukan dalam bentuk tindakan pemogokan para buruh. Adanya berbagai pemogokan, termasuk pemogokan para pegawai kereta api yang diboncengi oleh kekuatan PKI, maka Semaun ditangkap dan kemudian dibuang ke luar negeri.
Sepeninggalnya Semaun, aksi-aksi yang dilakukan oleh PKI semakin meluas. Hadirnya tokoh-tokoh seperti Tan Malaka, Alimin, dan Muso semakin menambah keberanian PKI untuk semakin bertindak radikal. Bahkan, setelah merasa berhasil menggalang kekuatan yang besar, pada tanggal 13 November 1926 PKI melakukan pemberontakan diberbagai daerah, seperti Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Pemberontakan dilakukan pula pada tanggal 1 Januari 1927 di Sumatera Barat (Minangkabau). Karena pemberontakan tersebut tidak terorganisir dengan baik dan hanya dilakukan dibeberapa daerah yang sifatnya lokal, maka dengan mudah dapat dipadamkan oleh pemerintah Hindia Belanda.
Pemberontakan PKI segera ditumpas oleh pemerintah Kolonial Belanda. Penumpasan tersebut dilakukan secara besar-besaran, diantaranya dengan menangkap para pemimpin PKI dan membuangnya ke Boven Digul, Irian Jaya. Disebutkan bahwa ada 13.000 orang yang ditangkap pemerintah, 4.500 orang dihukum, dan 1.300 dibunag ke Digul. Selanjutnya PKI dinyatakan sebagai organisasi terlarang. Tidak hanya itu, tindakan PKI yang kurang perhitungan tersebut berimbas pula kepada berbagai organisasi pergerakan. Pengawasan pemerintah Kolonial terhadap setiap gerak organisasi semakin diperketat, dicurigai, bahkan dilarang. Akibatnya pergerakan nasional mengalami kemunduran.
0 komentar:
Posting Komentar