Kartini Kartono (1986 : 113) mengungkapkan ciri khas anak masa kanak-kanak sebagai berikut :
1. Bersifat egosentris naïf
Seorang anak yang egosentris naïf memandang dunia luar dari pandangannya sendiri, sesuai dengan pengetahuan dan pemahamannya sendiri, dibatasi oleh perasaan dan pikirannya yang masih sempit. Anak sangat terpengaruh oleh akalnya yang masih sederhana sehingga tidak mampu menyelami perasaan dan pikiran orang lain. Anak belum memahami arti sebenarnya dari suatu peristiwa dan belum mampu menempatkan diri ke dalam kehidupan atau pikiran orang lain. Anak sangat terikat pada dirinya sendiri. Ia menganggap bahwa pribadinya adalah satu dan terpadu erat dengan lingkungannya, ia belum mampu memisahkan dirinya dari lingkungannya.
Sikap egosentris yang naif ini bersifat temporer atau sementara, dan senantiasa dialami oleh setiap anak dalam proses perkembangannya.Anak belum dapat memahami bahwa suatu peristiwa tertentu bagi orang lain mempunyai arti yang berbeda, yang lain dengan pengertian anak tersebut.
Contoh sikap egosentris pada anak dapat disimak dalam ilustrasi berikut: “Deni anak berusia 3 tahun bermain bola dengan temannya yang seusia. Satu waktu mereka berebut bola dan saling memukul, akhirnya temannya menangis. Hal ini terjadi karena Deni tidak mau memberikan mainan tersebut pada temannya. Ibunya mencoba menengahi sikap Deni dengan memberi mainan bola lainnya, dengan harapan mereka bermain sendiri-sendiri. Tapi ternyata Deni malah menangis dan menginginkan dua bola itu dimainkannya sendiri”.
Dari ilustrasi di atas, tampak bahwa anak seusia Deni masih memandang segala sesuatu dari pikiran dan keinginan dirinya, ia belum tahu bahwa orang lain memiliki pandangan dan keinginan yang berbeda, yang ia tahu bahwa keinginannya harus terpenuhi.
2. Relasi sosial yang primitif
Relasi sosial yang primitif merupakan akibat dari sifat egosentris yang naif. Ciri ini ditandai oleh kehidupan anak yang belum dapat memisahkan antara keadaan dirinya dengan keadaan lingkungan sosial sekitarnya. Artinya anak belum dapat membedakan antara kondisi dirinya dengan kondisi orang lain atau anak lain di luar dirinya. Anak pada masa ini hanya memiliki minat terhadap benda-benda dan peristiwa yang sesuai dengan daya fantasinya. Dengan kata lain anak membangun dunianya dengan khayalan dan keinginannya sendiri.
Relasi sosial anak dengan lingkungannya masih sangat longgar, hal ini disebabkan karena anak belum dapat menghayati kedudukan diri sendiri dalam lingkungannya. Anak belum sadar dan mengerti adanya orang lain dan benda lain di luar dirinya yang sifatnya berbeda dengan dia. Anak berkeyakinan bahwa orang lain menghayati dan merasakan suatu peristiwa sama halnya dengan penghayatannya sendiri.
Ilustrasi tentang relasi sosial anak nampak dalam contoh berikut ini. “Ani belajar di taman kanak-kanak kelompok A. Setiap hari Ani membawa bekal makanan. Satu waktu teman sebelah Ani menangis karena tidak membawa bekal makanan, tapi Ani dengan enaknya memakan bekalnya dan tidak mempedulikan bahwa teman di sampingnya tidak membawa bekal makanan. Guru melihat kondisi itu, akhirnya mengajak anak-anak untuk mau membagi bekal makanannya kepada teman yang tidak membawa bekal”.
Dari ilustrasi di atas dapat difahami bahwa pada dasarnya anak belum memiliki pemahaman bahwa orang lain berbeda dengan dirinya. Anak masih menganggap bahwa orang lain sama dengan dirinya. Pada masa ini anak perlu diajari bagaimana memahami kondisi orang lain dan mau berbagi dengan orang lain.
3. Kesatuan jasmani dan rohani yang hampir tidak terpisahkan
Dunia lahiriah dan batiniah anak belum dapat dipisahkan, anak belum dapat membedakan keduanya. Isi lahiriah dan batiniah masih merupakan kesatuan yang utuh. Penghayatan anak terhadap sesuatu dikeluarkan atau diekspresikan secara bebas, spontan, dan jujur baik dalam mimik, tingkah laku maupun bahasanya. Anak tidak dapat berbohong atau bertingkah laku pura-pura, anak mengekspresikannya secara terbuka.
Ilustrasi tentang kesatuan jasmani dan rohani anak dapat disimak dalam contoh berikut ini. “Aulia seorang anak berusia 4 tahun sedang bermain dengan temannya, tiba-tiba temannya berbuat licik dan Aulia menangis. Aulia menangis tidak hanya mengeluarkan air mata namun juga mengeluarkan suara yang keras, dan anggota tubuhnya berguncang-guncang digerakkan oleh suasana hati yang tidak menyenangkan”. Ekspresi rasa kekesalan atau ketidaksenangan anak seperti Aulia ditunjukkan tidak hanya dengan mengeluarkan air mata sebagai tanda menangis, tapi anak seusia
Aulia menunjukkannya dengan mengungkapkan kata-kata tidak senang dengan nada yang keras dan menggerak-gerakkan anggota tubuhnya yang lain. Ekspresi ini merupakan wujud masih bersatunya jasmani dan rohani anak. Anak belum dapat menunjukkan ketidaksenangannya hanya dengan menangis atau mengungkapkannya dengan kata-kata.
4. Sikap hidup yang fisiognomis.
Anak bersikap fisiognomis terhadap dunianya, artinya secara langsung anak memberikan atribut/sifat lahiriah atau sifat konkrit, nyata terhadap apa yang dihayatinya. Kondisi ini disebabkan karena pemahaman anak terhadap apa yang dihadapinya masih bersifat menyatu (totaliter) antara jasmani dan rohani. Anak belum dapat membedakan antara benda hidup dan benda mati. Segala sesuatu yang ada di sekitarnya dianggap memiliki jiwa yang merupakan makhluk hidup yang memiliki jasmani dan rohani sekaligus, seperti dirinya sendiri. Oleh karena itu anak pada usia ini sering bercakap-cakap dengan binatang, boneka dan sebagainya. Ilustrasi tentang sikap fisiognomis pada anak dapat disimak dalam contoh berikut ini. “Ayu anak berusia 4,5 tahun sedang bermain boneka di teras rumahnya. Ia memegang-megang badan dan kening boneka itu sambil berkata “Kamu kenapa, kok badannya panas. Kamu sakit ya?”., saya kasih obat ya biar sembuh”.
Contoh di atas menggambarkan bahwa anak menganggap boneka mainannya merupakan benda hidup yang dapat sakit seperti dirinya. Sikap Ayu seperti ini menunjukkan bahwa Ayu masih bersifat fisiognomis. Moeslichatoen R. (Tim Dosen FIP IKIP Malang, 1988 : 113-114) mengemukakan beberapa ciri pertumbuhan kejiwaan anak taman kanak-kanak sebagai berikut :
- Kemampuan melayani kebutuhan fisik secara sederhana sudah mulai tumbuh. Anak pada masa ini sudah mulai dapat makan sendiri walaupun tidak rapih, dapat memakai baju sendiri walaupun membutuhkan waktu yang lama.
- Mulai mengenal kehidupan sosial dan pola sosial yang berlaku yang wujudnya tampak, seperti : senang berkawan, sanggup mematuhi peraturan, mulai menyadari hak dan tanggungjawab, sanggup bergaul dan bekerjasama dengan orang lain.
- Mulai menyadari dirinya berbeda dengan anak lain yang mempunyai keinginan dan perasaan tertentu.
- Masih tergantung pada orang lain dan memerlukan perlindungan dan kasih sayang orang lain.
- Belum dapat membedakan antara yang nyata dengan khayal
- Mempunyai kesanggupan imitasi dan identifikasi kesibukan orang dewasa (dalam bentuk sederhana) di sekitarnya melalui kegiatan bermain.
- Mulai menunjukkan kemampuan memecahkan persoalan dengan berpikir berdasarkan hal-hal konkrit.
- Mulai mampu menyesuaikan reaksi emosi terhadap kejadian yang dialami, sehingga anak dapat dilatih untuk menguasai dan mengarahkan ekspresi perasaan dalam bentuk yang lebih baik.
- Dorongan untuk mengeksploitasi lingkungan fisik dan sosial mulai tumbuh dengan ditandai seringnya bertanya tentang segala sesuatu kepada orang di sekitarnya untuk memperoleh informasi atau pengalaman.
Selain ciri-ciri di atas, anak usia sekitar 4-5 tahun akan menunjukkan rasa ingin tahu dan sikap antusias yang kuat terhadap segala sesuatu. Anak memiliki sikap berpetualang (adventurousness) yang kuat. Anak akan banyak memperhatikan, membicarakan atau bertanya tentang berbagai hal yang sempat dilihat atau didengarnya.
Pada masa ini, anak juga menunjukkan minatnya yang kuat untuk mengobservasi lingkungan dan benda-benda di sekitarnya, dorongan ini membuat anak senang ikut bepergian ke daerah-daerah dan anak akan sangat mengamati bila diminta untuk mencari sesuatu.
Anak usia 4-5 tahun masih memerlukan aktivitas fisik yang banyak. Kebutuhan anak untuk melakukan berbagai aktivitas sangat diperlukan baik untuk pengembangan otot-otot kecil maupun otot-otot besar. Gerakan-gerak fisik ini tidak sekedar penting untuk mengembangkan keterampilan fisik saja, tetapi juga dapat berpengaruh positif terhadap penumbuhan rasa harga diri anak dan bahkan perkembangan kognisi.
Keberhasilan anak dalam menguasai keterampilan-keterampilan motorik dapat membuat anak bangga akan dirinya. Misalnya anak diminta untuk berjalan di atas papan titian. Aktivitas itu membutuhkan kemampuan keseimbangan dan kekuatan fisik, keselarasan gerakan, keberanian, kemampuan melihat posisi papan dan ketepatan menempatkan kaki (langkah) dan kestabilan emosi. Jika anak mampu melewati papan titian itu dengan baik, maka pada diri anak selain berkembang kemampuan fisiknya juga menumbuhkan kepercayaan pada dirinya serta berkembang kemampuan kognisinya.
Sejalan dengan perkembangan keterampilan fisiknya, anak usia sekitar lima tahun semakin berminat pada teman-temannya. Ia mulai menunjukkan hubungan dan kemampuan bekerja sama yang lebih erat dengan teman-temannya. Anak memilih teman berdasarkan kesamaan aktivitas dan kesenangan.
Kualitas lain dari anak usia ini adalah kemampuannya untuk memahami pembicaraan dan pandangan orang lain yang semakin meningkat, sehingga keterampilan komunikasinya juga meningkat. Penguasaan akan keterampilan berkomunikasi ini membuat anak semakin senang bergaul dan berhubungan dengan orang lain.
Itulah penjelasan tentang Ciri Khas Anak Masa Kanak-kanak semoga bermanfaat.
Kualitas lain dari anak usia ini adalah kemampuannya untuk memahami pembicaraan dan pandangan orang lain yang semakin meningkat, sehingga keterampilan komunikasinya juga meningkat. Penguasaan akan keterampilan berkomunikasi ini membuat anak semakin senang bergaul dan berhubungan dengan orang lain.
Itulah penjelasan tentang Ciri Khas Anak Masa Kanak-kanak semoga bermanfaat.
0 komentar:
Posting Komentar