Budaya politik merupakan pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik. Sebenarnya istilah budaya politik tertentu melekat pada setiap masyarakat yang terdiri atas sejumlah individu yang hidup, baik dalam sistem politik tradisional, transisional, maupun modern. Sebagaimana konsep kebudayaan terdapat pada setiap masyarakat, baik yang disebut “primitif”, maupun yang “modern”.
Menurut Gabriel A. Almond dan Bingham G. Powell Jr. (Comparative Politics : ADevelopmental Approach, 1966) “Bahwa kebudayaan politik juga terdapat dalam sistem politik masyarakat Eskimo yang hidup tersebar dalam
kelompok-kelompok kecil mulai Selat Bering antara Alaska dan Siberia sampai Tanah Hijau di Atlantik Utara, mereka boleh dikatakan masih ‘sederhana’, kalau tidak hendak disebut masih primitif”.
Dari sudut ini terlihat hubungan antara disiplin dalam ilmu-ilmu sosial, dimana antropologi budaya dapat dianggap “menemukan” pola perilaku individu (dalam masyarakat yang menjadi telaahan sosiologi) dalam hal apresiasinya terhadap kehidupan politik atau bahkan sebaliknya secara timbal balik.
Pemahaman budaya politik dalam kenyataannya sering diartikan sebagai peradaban politik yang dikaitkan dengan prestasi dalam bidang peradaban dan teknologi.
Hal ini terlihat dari lingkup budaya politik yang meliputi :
a. Orientasi individu yang diperoleh dari pengetahuannya (baik luas maupun sempit),
b. Orientasinya yang dipengaruhi oleh perasaan keterlibatan, keterlekatan ataupun penolakan,
c. Orientasinya yang bersifat menilai terhadap obyek dan peristiwa politik
(Almond dan Powell, Jr., 1966 : 32)
Soal pengenalan pengetahuan di atas, dinilai lebih bersifat sebagai peradaban daripada sebagai kebudayaan.
Menurut Rusadi Kantaprawira (1988 : 26) “Budaya politik merupakan persepsi manusia, pola sikapnya terhadap berbagai masalah politik dan peristiwa politik terbawa pula ke dalam pembentukan struktur dan proses kegiatan politik masyarakat maupun pemerintahan, karena sistem politik itu sendiri adalah interelasi antara manusia yang menyangkut soal kekuasaan, aturan dan wewenang. Ilmu politik seperti ilmu-ilmu sosial lainnya meletakkan manusia dalam masyarakat sebagai titik sentral. Manusia tersebut terlibat dan melibatkan dirinya (kelompoknya) dalam segala fenomena masyarakat. Dalam hal ini, antropologi merupakan lingkungan sistem politik itu sendiri”.
Selanjutnya terdapat hubungan antara budaya politik dengan perilaku politik. Menurut Robert K. Carr (et. Al.) dalam (American Democracy in Theory and Practices, 1961 : 154) merumuskan “Bahwa perilaku politik adalah suatu telaahan mengenai tindakan manusia dalam situasi politik”. Situasi politik sangat luas cakupannya, antara lain : pengertian respons emosional berupa dukungan maupun apati kepada pemerintah, respons terhadap perundang-undangan dan lain-lain. Dengan demikian perilaku para pemilih atau pemberi suara dalam pemilihan umum, misalnya karena dapat menggambarkan sikap mereka terhadap pemerintah, merupakan salah satu telaahan tentang perilaku politik. Tindakan dan perilaku politik individu sangat ditentukan oleh pola orientasi umum yang nampak secara jelas sebagai pencerminan budaya politik.
Menurut Gabriel A. Almond dan Bingham G. Powell Jr. (Comparative Politics : ADevelopmental Approach, 1966) “Bahwa kebudayaan politik juga terdapat dalam sistem politik masyarakat Eskimo yang hidup tersebar dalam
kelompok-kelompok kecil mulai Selat Bering antara Alaska dan Siberia sampai Tanah Hijau di Atlantik Utara, mereka boleh dikatakan masih ‘sederhana’, kalau tidak hendak disebut masih primitif”.
Dari sudut ini terlihat hubungan antara disiplin dalam ilmu-ilmu sosial, dimana antropologi budaya dapat dianggap “menemukan” pola perilaku individu (dalam masyarakat yang menjadi telaahan sosiologi) dalam hal apresiasinya terhadap kehidupan politik atau bahkan sebaliknya secara timbal balik.
Pemahaman budaya politik dalam kenyataannya sering diartikan sebagai peradaban politik yang dikaitkan dengan prestasi dalam bidang peradaban dan teknologi.
Hal ini terlihat dari lingkup budaya politik yang meliputi :
a. Orientasi individu yang diperoleh dari pengetahuannya (baik luas maupun sempit),
b. Orientasinya yang dipengaruhi oleh perasaan keterlibatan, keterlekatan ataupun penolakan,
c. Orientasinya yang bersifat menilai terhadap obyek dan peristiwa politik
(Almond dan Powell, Jr., 1966 : 32)
Soal pengenalan pengetahuan di atas, dinilai lebih bersifat sebagai peradaban daripada sebagai kebudayaan.
Menurut Rusadi Kantaprawira (1988 : 26) “Budaya politik merupakan persepsi manusia, pola sikapnya terhadap berbagai masalah politik dan peristiwa politik terbawa pula ke dalam pembentukan struktur dan proses kegiatan politik masyarakat maupun pemerintahan, karena sistem politik itu sendiri adalah interelasi antara manusia yang menyangkut soal kekuasaan, aturan dan wewenang. Ilmu politik seperti ilmu-ilmu sosial lainnya meletakkan manusia dalam masyarakat sebagai titik sentral. Manusia tersebut terlibat dan melibatkan dirinya (kelompoknya) dalam segala fenomena masyarakat. Dalam hal ini, antropologi merupakan lingkungan sistem politik itu sendiri”.
Selanjutnya terdapat hubungan antara budaya politik dengan perilaku politik. Menurut Robert K. Carr (et. Al.) dalam (American Democracy in Theory and Practices, 1961 : 154) merumuskan “Bahwa perilaku politik adalah suatu telaahan mengenai tindakan manusia dalam situasi politik”. Situasi politik sangat luas cakupannya, antara lain : pengertian respons emosional berupa dukungan maupun apati kepada pemerintah, respons terhadap perundang-undangan dan lain-lain. Dengan demikian perilaku para pemilih atau pemberi suara dalam pemilihan umum, misalnya karena dapat menggambarkan sikap mereka terhadap pemerintah, merupakan salah satu telaahan tentang perilaku politik. Tindakan dan perilaku politik individu sangat ditentukan oleh pola orientasi umum yang nampak secara jelas sebagai pencerminan budaya politik.
0 komentar:
Posting Komentar